Taman di hamparan lahan seluas 13 hektare itu tertata apik dan menghijau. Di kawasan itu pula berdiri megah sebuah candi dengan latar belakangan ratusan nisan sebagai cermin namanya telah terpatri di hati setiap insan Indonesia, khususnya masyarakat Pulau Dewata.
Itulah Candi Makam Pahlawan Taman Pujaan Bangsa Margarana, Kabupaten Tabanan, yang terletak sekitar 25 km barat laut Kota Denpasar.
Di tempat itu pula masyarakat Bali mengangkat bambu runcing yang dipimpin pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai mengusir kaum penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia, khususnya Bali, pada 20 November 1946, atau 69 tahun silam.
Sebanyak 1.371 orang yang ikut mengangkat bambu rincing dalam perang Puputan (habis-habisan) mempertahankan kemerdekaan RI gugur di medan perang dan kini tercatat menjadi Ratna Kusuma Bangsa, tutur Ketua Dewan Harian 1945 Provinsi Bali Prof Dr I Wayan Windia, MS.
Mereka yang gugur terdiri atas 635 orang yang sudah berkeluarga, 654 taruna, 71 anggota ABRI (sekarang TNI) dan sebelas warga negara Jepang yang membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Kala itu 20 November, 69 tahun silam, di tengah hamparan ladang rimbun ditumbuhi tanaman jagung atau tepat di depan Candi Pahlawan Margarana sekarang, I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Putu Wisnu memberikan tembakan komando sekitar pukul 09.00 waktu setempat, saat pasukan NICA mendekati inti pertahanan "Ciung Wanara".
Tembakan yang dahsyat dan serentak menyebabkan banyak korban yang berjatuhan di pihak NICA yang kemudian menjadi kacau dan mundur, namun kemudian melaju lagi secara bersyarat dan berpencar.
Pada jarak tembak yang efektif, secara serentak pasukan "Ciung Wanara" memuntahkan pelurunya, hingga memaksa pihak NICA harus mundur kembali untuk melakukan konsolidasi menghadapi segala kemungkinan yang timbul.
Pertempuran babak kedua kembali berlangsung setelah NICA mendatangkan bantuan pasukan dari seluruh Bali dengan kekuatan besar, sehingga pertempuran semakin seru dan sengit.
Menjelang tengah hari datang sebuah pesawat terbang, jenis capung yang terbang berputar-putar di atas kedudukan pasukan "Ciung Wanara".
Pesawat capung itupun hilang, tak lama kemudian muncul pesawat pembom, pesawat tempur Belanda yang memuntahkan pelurunya ke pasukan gerilya yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai.
Pertempuran bertambah seru, karena pesawat NICA menjatuhkan bom-bom asap dan gas air mata, di samping mendaratkan pasukan andalnya, menjadikan sedikit-demi sedikit pasukan "Ciung Wanara" terdesak dari segala arah.
Pertempuran babak ketiga ditandai keluarnya perintah kepada seluruh pasukan "Ciung Wanara" untuk bertempur sampai titik darah penghabisan.
Seluruh anak buah pasukan I Gusti Ngurah Rai berdiri dan maju menyerang tantara NICA sambil berteriak "Puputan". Pasukan "Ciung Wanara" mengamuk dengan gencarnya. Tembakan yang gencar dari pihak NICA telah membuat satu per satu anggota "Ciung Wanara" jatuh dan gugur, sebagai "Ratna di medan laga".
Pertempuran Margarana merupakan salah satu dari 49 peristiwa penting di Bali sejak bala tentara Jepang masuk ke Pulau Bali hingga penyerahan kedaulatan dari tangan penjajah Belanda ke Bangsa Indonesia selama kurun waktu 19 Februari 1942 hingga Desember 1949.
Margarana tercatat pada urutan peristiwa ke-29 dari rentetan puluhan perlawanan melawan penjajah yang terjadi di bumi Bali mulai dari Kabupaten Jembrana, ujung barat hingga Kabupaten Karangasem, di ujung Bali timur.
Pahlawan Nasional
Untuk mengenang jasa dan perjuangan para pahlawan yang gugur di medan perang, di Taman Makam Pahlawan Taman Pujaan Bangsa Margarana setiap 20 November secara berkesinambungan digelar peringatan Hari Puputan Margarana.
Peringatan dengan inspektur upacara Gubernur Bali dihadiri oleh seluruh elemen masyarakat, tokoh masyarakat, anggota veteran pejuang, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat serta TNI dan polri.
Perayaan HUT yang bertujuan untuk mengenang kembali jasa-jasa para pejuang kemerdekaan RI untuk dapat diaktualisasikan dan diwariskan kembali kepada generasi mendatang dalam mengisi kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI.
I Gusti Ngurah Rai yang memimpin pasukan Ciung Wanara yang telah pergi untuk selama-lamanya sebagai Ratna Kusuma Bangsa. Namanya telah diabadikan untuk Bandara Internasional di Pulau Dewata, nama jalan di berbagai tempat, Gedung Olahraga (GOR) maupun untuk nama sebuah perguruan tinggi swasta di Pulau Dewata.
Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang gugur di medan perang bersama 1.370 orang kini selalu diingat dan dikenang.
Penjabat Bupati Tabanan I Wayan Sugiada menjelang peringatan HUT ke-69 Puputan Margarana melepas 86 regu gerak jalan yang melibatkan siswa SMP dan SMA/kejuruan menempuh jarak 18 km dari Taman Makam Pahlawan Margarana ke Taman Makam Panca Katirta Tabanan.
Ke-86 regu terdiri dari 54 regu tingkat SMP dan 32 regu tingkat SMA. Tingkat SMP Putra sebanyak 24 regu dan putri 30 regu. Sementara tingkat SMA sebanyak 32 regu, yang terdiri dari putra 16 regu dan putri 16 regu.
Lomba gerak jalan yang digelar secara rutin setiap tahun itu merupakan wadah untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Melalui kegiatan olahraga itu diharapkan dapat mencetak generasi muda yang sehat baik jasmani maupun rohani, sekaligus wadah untuk mengenang kembali jasa para pahlawan dalam merebut kemerdekaan melalui perang Puputan Margarana.
"Kami harap sosok pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan melalui perang Puputan Margarana, bisa menjadi inspirasi bagi gemerasi muda kita dalam mengisi pembangunan," harap Penjabat Bupati Tabanan I Wayan Sugiada.
Saat ini banyak kalangan generasi muda sudah terjebak budaya edonisme (meniru) dan konsumerisma dengan aspirasi materialis, sehingga hal ini akan sangat menggoyahkan fondasi bangsa dan negara yang dibangun para pahlawan dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Maka dari itu memang benar apa yang diungkapkan penjabat Bupati Tabanan untuk menjadikan nilai-nilai kepahlawanan menjadi inspirasi pengorbanan bagi bangsa dan negara yang saat ini sarat dengan tantangan global.
I Gusti Ngurah Rai yang gugur sebagai Ratna Kusuma Bangsa merupakan salah seorang dari lima pahlawan nasional dari Pulau Dewata. Empat pahlawan lainnya adalah I Gusti Ketut Jelantik, Anak Agung Gede Agung, I Gusti Ketut Pudja dan terakhir I Gusti Ngurah Made Agung.
I Gusti Ngurah Made Agung adalah Raja Badung VII (1902-1906) yang gugur dalam usia 30 tahun dalam memimpin Perang Puputan Badung 20 September 1906. Pengukuhan sebagai pahlawan nasional itu melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 116/TK/2015 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, 4 November 2015.
Kepres tersebut diserahkan Presiden Jokowi kepada ahli waris I Gusti Ngurah Made Agung yakni Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi, politisi sepuh PDIP dari Puri Satria Denpasar yang juga anggota DPD RI daerah pemilihan Bali di Istana Negara Jakarta Kamis (5/11).
Dibangun 1954
Candi Makam Pahlawan Taman Pujaan Bangsa Margarana untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan laga sebagai Kusuma bangsa setinggi 17 meter dibangun dan diresmikan 20 Nopember 1954.
Candi tersebut merupakan hasil budaya yang menggambarkan kemegahan dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia. Gagasan pendirian candi yang memuat pahatan bagian dari surat jawaban I Gusti Ngurah Rai kepada Belanda itu berasal dari Pak Cilik (almarhum), yang juga seorang pejuang kemerdekaan RI.
Sementara arsiteknya, Ida Bagus Kalam, seniman lukis sekaligus anggota veteran pejuang. Bangunan candi yang cukup megah itu terdiri atas bagian utama yakni kaki candi dengan empat tingkat, badan candi dan atap candi berbentuk meru.
Susunan tersebut merupakan wujud "Candra Sengkala" modern yakni 17 meter tiang, delapan (8) susun dan 45 (empat tangga dan lima pilar), serta setiap sudut pilar dipahat Lambang Negara Garuda Pancasila.
Bangunan candi pernah mengalami kerusakan akibat gempa bumi 14 Juli 1976, kemudian dilakukan perbaikan secara menyeluruh menggunakan kontruksi beton yang tahan gempa.
Di hamparan lahan terbuka luas selain terdapat candi yang megah, dua buah bangunan terbuka masing-masing menghadap ke halaman candi juga di bagian belakang dibangun 1.372 buah tugu kecil, termasuk sebuah di antaranya untuk memperingati arwah para pahlawan yang tak dikenal. (WDY)