Jakarta (Antara Bali) - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan hilangnya pesawat Aviastar salah satunya karena diduga memotong jalur atau rute penerbangan seharusnya.
"Kami akan mencabut izin penerbangan yang tidak disiplin, baik rute maupun kelayakan," kata Jonan usai memantau proyek double track di Manggarai-Bekasi, Jakarta, Minggu malam.
Ia menjelaskan selama ini ada perusahaan yang tidak disiplin, terutama dalam hal kondisi mesin pesawat dan rute.
Mengenai hilangnya pesawat Aviastar, ia mengatakan rute penerbangannya tidak sesuai aturan. "Aviastar kan diduga memotong jalur, jadi itu adalah penerbangan mereka sendiri," katanya.
Ia belum akan mencabut izin terbangnya karena belum bertemu penyelidik dan masih menunggu proses penyelidikan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan telah melarang sementara semua pesawat Aviastar jenis DHC6-300 Twin Otter, untuk jangka waktu pertama satu minggu, karena akan diperiksa kelayakannya.
"Untuk langkah selanjutnya, kami tidak mengizinkan pesawat sejenis DHC6-300 Twin Otter beroperasi karena akan diperiksan kelaikannya," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo, menyusul instrusksi Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bahwa apabila pemeriksaam maskapai pemilik pesawat jenis DHC6-300 belum selesai, maka tidak ada penerbangan yang boleh beroperasi.
"Kita lakukan pemeriksaan dan pengecekan menyeluruh sesuai dengan instruksi Pak Menteri Perhubungan, tidak boleh terbang sebelum dinyatakan layak beroperasi," kata Suprasetyo.
Dia menambahkan, apabila dalam pemeriksaam ditemukan aspek yang kurang memenuhi faktor keselamatan, maka maskapai itu akan dijatuhi sanksi sesuai undang-undang.
"Untuk Aviastar kita cek bukan hanya Twin Otter, Aviastar punya pesawat jenis BAE146 ada tiga," katanya.
Manajer Umum Aviastar Slamet Supriyanto khawatir pelarangan operasi akan menganggu keuangan perusahaan. "Tentu akan mengganggu, tapi ini kan aturan, jadi kita ikut apa yang diinstukrikan," kata Slamet.
Slamet juga mengatakan akan berkoordinasi ke tingkat bawah guna mengoptimalkan kondisi pesawat yang rata-rata produksi 1981 itu.
"Secara keseluruhan pesawat kita baik, tapi kita akan persiapkan sampai inspekturnya memeriksa, jadi waktu pelarangan beroperasi cukup seminggu saja," tandas Slamet. (WDY)