Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar memprakirakan musim kemarau di Bali akan terjadi hingga November 2015.
Akibat kemarau panjang itu, hingga akhir Agustus saja, lebih dari 856 hektare lahan tanaman padi di Pulau Dewata dilaporkan telah mengalami kekeringan dengan intensitas ringan hingga berat dan gagal panen (puso).
Namun, bagi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, kemungkinan kondisi kekurangan pangan (khususnya beras) di Bali sebagai akibat musim kemarau yang berkepanjangan, telah dicarikan solusi jauh-jauh hari.
"Kami telah berkoordinasi dengan Bulog Divisi Regional Bali dan Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) untuk mengisi stok beras Bulog. Sampai saat ini telah tersalur 1.000 ton beras dari Perpadi Bali ke Bulog," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana belum lama ini.
Menurut dia, jika Bulog cadangan berasnya cukup, ketika ada paceklik dan harga beras naik, maka itu bisa dikeluarkan untuk operasi pasar dan pasar murah. Hingga Desember 2015, pihaknya menargetkan dapat terserap 5.000 ton beras ke Bulog.
Wisnuardhana tidak menampik bahwa sebelumnya terkait target tersebut sempat terjadi kendala karena Bulog kesulitan membeli beras dari para petani yang disebabkan persoalan ketidakcocokan harga.
"Oleh karena itu, kami sudah memediasi antara Bulog dengan Persatuan Penggilingan Padi, supaya mereka dapat menjual ke Bulog dengan harga yang disepakati," ucapnya.
Akhirnya telah disepakati, beras yang dijual ke Bulog jenis beras premium dengan kesepakatan harga Rp8.800 setiap kilogramnya. "Jadi, sekarang kondisi stok Bulog sudah aman, sehingga nanti ketika terjadi kenaikan harga maupun produksi turun karena musim kemarau, cadangan itu dapat digunakan," kata Wisnuardhana.
Mayoritas di Buleleng
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali mencatat dari 856,35 hektare lahan pertanaman padi di Pulau Dewata yang mengalami kekeringan dengan intensitas ringan hingga berat dan gagal panen, mayoritas terjadi di Kabupaten Buleleng.
Total lahan sawah yang puso seluas 140 hektare. Dari jumlah itu, mayoritas gagal panen terjadi di Kabupaten Buleleng, yakni seluas 112,5 hektare dan sisanya di Kabupaten Badung (1 hektare), Karangasem (10 hektare), dan Jembrana (16,5 hektare).
Demikian juga dengan lahan sawah yang terkena dampak kekeringan dengan kategori ringan hingga berat juga terjadi di empat kabupaten tersebut.
Wisnuardhana mengemukakan, untuk lahan sawah yang mengalami kekeringan dengan kategori ringan seluas 343,1 hektare, kekeringan sedang 239,75 hektare, dan kekeringan berat 133,5 hektare.
Buleleng, kabupaten yang terletak paling utara Pulau Bali itu, lahan yang terdampak kekeringan tersebar di tujuh kecamatan yakni di Kecamatan Kubutambahan, Sawan, Buleleng, Sukasada, Banjar, Busungbiu dan Seririt dengan usia tanaman 54 hingga 99 hari.
"Penyebab kekeringan itu, selain karena keterbatasan air sehingga menyebabkan debit air kecil, ada juga yang sedang dilakukan perbaikan saluran irigasi. Kekeringan kami prediksi bisa meluas lagi karena pengaruh El-Nino," ucapnya.
Menurut Wisnuardhana, untuk menyelamatkan pertanaman padi yang telah terkena kekeringan dengan intensitas ringan sampai sedang telah dikoordinasikan dengan Dinas Pekerjaan Umum/Pengairan dan Subak Gede di masing-masing kabupaten/kota untuk pelaksanaan sistem gilir giling atau penggelontoran irigasi.
"Penggelontoran irigasi yang dimaksud adalah peminjaman sementara irigasi dari subak yang masih terdapat air irigasi," ujarnya.
Di sisi lain, langkah antisipasi dan penanggulangan yang telah dilakukan dengan pengalokasian bantuan benih dan pupuk untuk luasan 75.063 hektare (93,2 persen dari total luas sawah di Bali) melalui program upaya khusus swasembada padi, jagung, kedelai tahun 2015.
Ada juga bantuan peralatan mesin pertanian sebanyak 681 unit, termasuk di dalamnya bantuan pompa air sebanyak 246 unit.
Terkait dengan efektivitas irigasi, lanjut dia, juga telah dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani seluas 39.396 hektare. "Kami harapkan agar dioptimalkan pelaksanaan dan pemanfaatannya oleh subak-subak penerima bantuan itu," harap Wisnuardhana.
Untuk menghadapi musim kemarau berkepanjangan ini, baginya tidak kalah penting dilaksanakan penyesuaian pola tanam dengan tidak menanam padi untuk sementara bagi subak-subak yang terbatas sumber air irigasinya.
"Kami sudah pula mengimbau agar mengganti dengan palawija yang relatif lebih tahan terhadap kekeringan," ujarnya.
Distribusi Air Bersih
Di sisi lain, sebagai salah satu upaya membantu masyarakat yang terdampak kekeringan, khususnya yang kesulitan mendapatkan akses air bersih Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali bersama instansi terkait juga mendistribusikan air secara berkala ke sejumlah desa yang telah mengalami krisis air bersih.
"Saat ini kami bersama pemerintah dan PDAM di kabupaten/kota memberikan distribusi air bersih," kata Kepala BPBD Bali Dewa Made Indra belum lama ini.
Pendistribusian air bersih tersebut dilakukan setiap hari Jumat dengan menggunakan mobil tangki air ke Desa Julah di Kecamatan Tejakula di Kabupaten Buleleng. Selain itu, air bersih juga didistribusikan ke beberapa desa di Kabupaten Bangli dan Karangasem.
Pihaknya dalam mendistribusikan air dengan mobil tangki tersebut akan menyuplai di sejumlah bak-bak penampungan air yang berlokasi di satu titik di desa.
"Apabila desa yang dinyatakan krisis air bersih belum memiliki bak penampungan air, kami siap mengalokasikan tandon air untuk menampung air bersih," ucap Dewa Indra.
BPBD Bali telah pula memetakan sejumlah daerah di Pulau Dewata yang mengalami krisis air bersih saat musim kemarau ini di antaranya di beberapa desa di Kecamatan Tejakula, Sukasada dan Gerokgak, ketiganya berada di Kabupaten Buleleng.
Kemudian di Kecamatan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Kecamatan Kubu, Abang dan Karangasem di Kabupaten Karangasem serta di Kecamatan Kintamani dan Tembuku di Kabupaten Bangli. "Daerah-daerah di kabupaten itu hampir setiap tahun terjadi krisis air," imbuh Dewa Indra. (WDY)