Denpasar (Antara Bali) - Dua terdakwa, Gede Jagrem dan Chandra Wati yang diduga melakukan pemerasan pembuatan Surat Keputusan Calon Pegawai Negeri Sipil (SK CPNS) kepada delapan pegawai DKP di Kabupaten Tabanan, Bali, mulai disidangkan, Selasa.
Dalam sidang pembacaan dakwaan secara terpisah kepada kedua terdakwa di Pegadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fathur Rochman mendakwa Made Jagrem telah melakukan kejahatan dengan menguntungkan diri sendiri dan orang lain.
"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP," ujar JPU dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Prim Hariadi itu.
Kemudian, Pasal 65 ayat (1) KUHP (pemerasan terhadap enam orang yang dilakukan oleh terdakwa Gede Jagrem) dan pasal 53 ayat (1) KUHP (percobaan pemerasan yang dilakukan oleh Gede Jagrem terhadap 11 orang).
Sedangkan, terdakwa Chandra Wati dalam berkas terpisah disidangkan JPU Fathur Rochman dengan Ketua Majelis Hakim Achmed Peten Sili itu juga didakwa Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan Pasal yang diberikan kepada Candrawati itu karena membantu Gede Jagrem melakukan pemerasan secara bersama-sama kepada delapan orang korban.
Kedua terdakwa yang berstatus PNS di DKP Tabanan itu melakukan pemerasan kepada 23 korban yang merupakan calon PNS itu untuk membayarkan uang pembuatan SK CPSN Tahun 2013 dan SK CPNS tahun 2014 dengan nominal uang Rp5 juta hingga Rp60 juta kepada terdakwa.
Gede Jagrem selaku Kepala Bidang Peralatan dan angkutan DKP Tabanan, bersama Nyoman Candra Dewi (terdakwa dalam berkas terpisah) pada Desember 2012 hingga Desember 2014 telah melakukan beberapa perbuatan melanggar hukum.
Perbuatan terdakwa juga dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kekuasaannya.
"Terdakwa juga memaksa seseorang memberi sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," ujar JPU.
Korban yang sudah menyetorkan uang kepada terdakwa diantaranya Ni Made Yudiani sebesar Rp60 juta, Made subagia Rp60 juta. (WDY)