Fujian adalah sebuah provinsi di Tiongkok bagian selatan yang berhadapan langsung dengan Taiwan, negeri serumpun Cina yang mengakui dirinya sebagai sebuah negara meski tidak diakui oleh PBB yang hanya mengakui adanya "Satu Cina".
Fujian dengan luas wilayah provinsi mencapai sekitar 121.400 km2 ini dihuni sekitar 37,48 juta jiwa penduduk, jauh di bawah penduduk Kota Jakarta yang baru mencapai angka 12,7 juta jiwa.
Tak tampak ada kemacetan lalu lintas dan lalu-lalang warga yang berdesak-desakkan di Fu Zhou, ibu kota Fujian, seperti yang biasa terlihat di Kota Jakarta yang selalu diidentikkan dengan padat merayap akibat kemacetan lalu lintas di jalanan umum yang terkandang mencapai ratusan meter panjang antrean.
Jalanan di Kota Fu Zhou ditata begitu rapi dan lebar-lebar sehingga kendaraan roda empat dengan leluasa melaju ke arah yang dituju, seperti halnya dengan kendaraan roda dua dan sepeda dayung yang sudah disiapkan jalur khusus bagi para penggunannya untuk dilalui.
Tidak ada kendaraan roda dua dan sepeda dayung yang umumnya menggunakan tenaga listrik melintas dengan sembarangan atau kebut-kebutan di jalur kendaraan roda empat seperti tampak pada kota-kota di Indonesia.
"Selama kami di sini (Fujian), saya tidak pernah melihat adanya kemacetan lalu lintas dan kepulan asap menjulang dari knalpot kendaraan bermotor seperti kota-kota di Indonesia. Luar biasa sekali, ya," kata Ni Nyoman Astini dari LPP TVRI Bali dalam nada tanya saat bersama rombongan bergerak dari Fu Zhou menuju Pulau Pingtan, Jumat (29/5).
Selama sepekan lamanya, 10 orang anggota delegasi wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur diundang Konjen Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Bali untuk berkunjung ke sejumlah kota di Tiongkok, antara lain Beijing, Tianjin, Fu Zhou, dan HaiKou di Provinsi Hainan, juga di selatan Tiongkok.
Kunjungan delegasi wartawan Indonesia dari 25 Mei sampai dengan 1 Juni 2015 itu atas prakarsa dan inisitif dari Konjen RRT di Bali Hu Yinquan dan wakilnya, Liu Jhinji. Delegasi ini dipimpin oleh Kepala Biro Antara Provinsi Bali I Made Tinggal Karyawan.
Fujian merupakan salah satu provinsi terpadat di Tiongkok dari sisi jumlah penduduknya. Namun, taktampak ada kawasan kumuh seperti pada kota-kota besar di Indonesia. Semua bangunan pencakar langit ditata begitu indah dan rapi sesuai dengan rencana induk pengembangan wilayah kota.
Penduduk Fujian, seperti halnya dengan penduduk lainnya di Tiongkok, menempati apartemen dan rumah-rumah susun yang sudah disiapkan oleh pemerintahannya. Nyaris taktampak ada rumah penduduk yang tumbuh dalam sebuah kawasan seperti kota-kota di Indonesia. Semua serba teratur dan tertata rapi.
Ketika menikmati jamuan makan malam bersama Konsulat Senior Hubungan Internasional Provinsi Fujian Dr. C.H.U. Yanli di sebuah restoran di tepian sungai kota Fo Zhou, wanita perkasa lulusan sebuah universitas ternama di Amerika Serikat ini menguraikan panjang lebar soal profil dan pertumbuhan ekonomi di Fujian.
Fu Zhou sebagai salah satu kota pelabuhan, sudah lama terbuka dengan dunia luar lewat jalur perdagangan laut sehingga tidak begitu tertutup seperti kota-kota lainnya di Tiongkok. Akan tetapi, sekarang Tiongkok sudah terbuka dengan semua negara, termasuk Indonesia.
"Sudah lama, wilayah kami melakukan kontak dagang dengan negara-negara lain lewat jalur sutra laut sehingga banyak etnik Fujian memilih merantau ke negara lain, termasuk Indonesia yang mencapai sekitar 15,8 juta jiwa," kata C.H.U. Yanli.
Fujian tidak hanya kaya di sektor kelautan dan perikanan serta pertanian, tetapi juga di sektor pariwisata seperti yang tengah dikembangkan di Pulau Pingtan.
Pulau seluas 324 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 400.000 jiwa ini letaknya di seberang lautan. Namun, untuk mencapainya tidak harus menggunakan kapal laut dari Fujian daratan, tetapi hanya dengan bus lewat tol laut. Pulau ini tengah dikembangkan menjadi kawasan perdagangan bebas dunia oleh sebuah badan otoritas seperti Batam di Provinsi Kepulauan Riau.
Yanli tampak sedikit terkesima tatkala mendengar kabar bahwa Provinsi Hainan yang merupakan tetangganya Fujian sudah menjalin kerja sama dengan Provinsi Bali dalam bentuk "sister province" untuk pengembangan sektor pariwisata.
"Kami tahu bahwa Bali memiliki keelokan alam dan beraneka budaya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Saya tahu, di Nusa Tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur juga memiliki beraneka objek wisata yang tidak kalah hebatnya dengan Bali," ujar Yanli sambil melemparkan senyum.
Ia mengatakan, "Jika Hainan sudah menjalin kerja sama 'sister province' dengan Bali, kami berharap Fujian bisa menjalin kerja sama dengan NTB atau NTT dalam sektor pariwisata. Kami menanti pinangan dari dua nusa tenggara itu."
Yanli mengharapkan adanya pinangan tersebut karena Fujian dan NTB dan NTB memiliki topografis wilayah yang hampir mirip, yakni kepulauan dan terdiri atas gunung dan bukit yang sering menebar panorama eksotik bagi wisatawan yang berjiwa petualang.
"Tiongkok memang sudah semakin terbuka dengan dunia luar, terutama dengan Indonesia yang kini sudah memasuki masa keakraban yang paling erat. Kita berupaya untuk memaksimalkan potensi pariwisata kita agar bisa menarik wisatawan dari negeri Tirai Bambu itu," komentar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kretatif NTT Marius Ardu Jelamu.
Menurut dia, kerja sama dengan Tiongkok di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif bisa saja dalam bentuk "sister province" maupun "sister city" seperti yang sudah dirintis Provinsi Bali dengan Hainan.
"Jika NTB atau NTT mau meminang kami, bisa melakukan kontak dengan konjen kami (RRT) di Denpasar, Bali. Konjen RRT di Bali bisa memfasilitasi untuk menjalin kerja sama tersebut," ujar Yanli dalam bahasa Inggris yang terkadang diselingi pula dengan bahasa Mandarin yang kemudian diterjemahkan oleh Henry Somantri, anggota delegasi dari koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar.
Marius juga menyadari bahwa saat ini Pemerintah Indonesia dan Tiongkok sepakat untuk menjalin kerja sama yang lebih intensif lagi dalam bidang keamanan dunia maya. "Peluang ini bisa kita manfaatkan untuk melakukan promosi objek wisata di NTT melalui dunia maya," ujarnya.
"Intinya... apa yang positif dari Tiongkok, bisa kita ambil, kita analisis, kita resapi, kemudian mengaplikasikannya sesuai dengan dinamika kebutuhan yang lebih baik bagi masa depan NTT, apalagi Tiongkok saat ini secara terbuka dan objektif, membuka kesempatan bagi dunia luar untuk bekerja sama," katanya.
Marius tidak secara tegas menyatakan kesiapan NTT untuk "meminang" Fujian sebagaimana yang diharapkan Yanli. Namun, secara diplomatis dia mengatakan, "Tiongkok memandang Indonesia sebagai negara yang sangat strategis, baik secara demografis maupun geografis."
"Kedua negara memiliki ketergantungan yang sama... Tiongkok perlu sumber daya alam dari Indonesia, dan kita (Indonesia) juga perlu teknologi dan ekonomi dari mereka," ujarnya.
Ia menambahkan, "Satu hal yang bisa kita (NTT) lakukan adalah membuka akses kerja sama untuk mendatangkan wisatawan dari Tingkok ke objek-objek wisata di NTT, seperti Taman Nasional Komodo (TNK), danau tiga warna di puncak Gunung Kelimutu, dan berbagai objek wisata lainnya agar bisa memberi dampak ekonomis bagi masyarakat di sekitarnya."
Fujian bagai anak perawan yang menanti pinangan, tinggal bagaimana NTT memainkan peran untuk melamarnya. Fujian, layaknya sebuah metropolitan jauh di bawah metropolitan Jakarta meski hanya menyandang status sebagai daerah provinsi di Negeri Tirai Bambu berpenduduk 1,3 miliar itu.
Fujian agaknya tidak sekadar menanti lamaran NTT untuk "bermain cinta" di sektor pariwisata, tetapi lebih dari itu mau membangun wilayah provinsi berbasis kepulauan ini seperti harapan Tiongkok pada umumnya guna mewujudkan program Tol Laut Nusantara yang diimpikan Presiden Joko Widodo dan jalur sutra laut yang disemaikan kembali oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping. (WDY)
Sanggupkah NTT "Meminang" Fujian?
Kamis, 18 Juni 2015 6:51 WIB