Denpasar (Antara Bali) - Dinas Kesehatan Provinsi Bali meminta masyarakat untuk mewaspadai kondisi puncak kasus demam berdarah yang biasanya terjadi pada bulan April setiap tahunnya.
"Biasanya bulan Februari, Maret, dan April memang laporan data (kasus DBD) kami naik. Bahkan pada beberapa rumah sakit yang kami monitor juga tinggi seperti di Sanglah dan Gianyar, bahkan sehari ada sampai 20 pasien yang masuk," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, sesungguhnya berbagai langkah antisipasi DBD terus dilakukan pihaknya, tetapi tren seperti itu memang susah dicegah.
"Tren kasus DBD mengikuti musim, curah hujan, dan apalagi lingkungan yang mendukung untuk berkembang biaknya nyamuk sehingga menyebabkan populasi nyamuk meningkat," ucapnya.
Suarjaya mengemukakan, untuk 2015 saja dari Januari hingga Maret tercatat sudah 12 orang meninggal akibat demam berdarah, sedangkan total jumlah kasusnya sebanyak 3.693 dengan rincian pada Januari (1.000 kasus), Februari (1.488 kasus) dan Maret (1.205 kasus).
Sedangkan yang meninggal karena demam berdarah tersebar di beberapa kabupaten/kota yakni di Buleleng (2 orang), Denpasar (5 orang), Badung (3) dan Gianyar (2 orang).
"Untuk mengantisipasi perkembangan kasus ini sebenarnya yang terpenting adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN), sedangkan fogging (pengasapan) itu sifatnya penambahan saja. Masyarakat juga harus menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), sehingga harapan kami mudah-mudahan kasusnya menurun," ujarnya.
Suarjaya mengatakan, terkait dengan fasilitas layanan kesehatan untuk menangani kasus demam berdarah sebenarnya sudah cukup dan tanggap. Hanya saja membeludaknya pasien ke RSUD dan RSUP Sanglah karena ada ketakutan atau fobia dari masyarakat, begitu panas langsung ke RS sehingga menjadikan sistem rujukan tidak berjalan.
"Padahal puskesmas rawat inap bisa merawat pasien DBD. Demam berdarah tidak ada obat yang khusus untuk mengobatinya. Penderita hanya perlu istirahat total, cairan yang cukup dan asupan gizi yang cukup serta peningkatan daya tahan tubuh," ucapnya.
Tetapi, lanjut Suarjaya, penanganannya harus cepat dan jika penderita masih aktif ke sana-sini justru mempercepat terjadinya ke fase "shock". (WDY)