Denpasar (Antara Bali) - Ajang "Denpasar Festival (Denfest) Ke-7" menampilkan secara khusus garapan gamelan gong kebyar kebaruan yang revolusioner dikemas dua komposer andal Bali Wayan Gde Yudane dan Dewa Ketut Alit.
Sajian gong kekebyaran tersebut mengangkat tema "Paradigma Musik Bali Abad Ke-20 dan Musik Gamelan Masa Depan," sebagai wujud penghargaan atas peran para tokoh kerawitan Bali di masa lalu pada Senin malam.
Menariknya, dua barungan gong dari Gamelan Wrdhi Swaram dan Gamelan Salukat tampil dengan karakter yang cukup kuat dan orisinil. Ditata dalam konsep berbeda, mulai tata panggung dan artistik oleh seorang arsitek andal Yoka Sara, didukung tata lampu, tata suara oleh Agung Sudarsana Antida, dan dokumen video Erick Est dan video mapping. Sepertinya, pementasan seni kerawitan ini menjadi tonggak lahirnya karya gong kebyar kebaruan di abad ke-21.
Tampilan gemelan yang menyajikan garapan kekebyaran tahun 1920-an dengan tokoh sentral kerawitan Bali I Made Regog dan I Gusti Made Putu Geria.
Dan kekebyaran kebaruan tanpa ada dinding pengelompokan karya dua komposer masa kini I Wayan Gde Yudane dan Dewa Ketut Alit, tampil dengan karya-karya yang masih asing bagi penikmat musik Bali khususnya gong kebyar.
Sosok Dewa Alit, dalam karya Mengenang Regog bersama Gamelan Salukat, dimana Made Regog adalah seorang musisi dan komponis gamelan yang lahir di Bali selatan diera ketika kebyar masih berumur bayi.
Saat itu belum banyak orang mengenal yang namanya musik kebyar. Namun, dengan bekal intelektualnya, Regog telah ikut memperkenalkan, berperan penting pada perkembangan musik kebyar itu sendiri.
Ia telah mampu menciptakan karya-karya besar yang salah satunya adalah "Kebyar Ding", yang diciptakannya diera tahun 1920-an.
Karya baru ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan sebesar-besarnya atas perjuangan dan kreatifitas daya cipta yang sangat menginspirasi generasi sekarang. Selain dua karya baru itu, sebelumnya juga dimainkan dua garapan Gaya Kebyar 1920-an I Made Regog (1900-1982), Kebyar Ding 1925.
Komposisi Kebyar Ding oleh gamelan gong kebyar Banjar Belaluan ini merupakan contoh pengembangan gaya Bali selatan sebagaimana kehidupan musik yang berkembang pesat di Bali.
Yang paling berharga terutama pada ketelitian teknis dalam ansambel, tanpa bermain cepat seperti yang dipertunjukkan oleh ansambel dari Buleleng, yang bekerja dengan kecepatan tinggi, sehingga diperlukan suatu bentuk yang agak kurang kompleks.
Salah satu aspek penting dari Kebyar Ding terletak pada inovasi dengan teknik ngucek (gosok), berbagai figurasi melodi-ritmik yang cepat dimainkan bersama-sama dan digunakan untuk transisi tematik.
Ngucek, yang menjadi karakteristik mengidentifikasi kebyar, melibatkan irama yang berbeda dengan jalinan triplets yang cepat dengan frase irama putus-putus.
Ngucek mengganggu ketukan yang ajeg pada tema-tema yang lazim sebelumnya dengan susunan frase ritmis yang lebih bebas. Kelompok gamelan modern terus melanjutkan aspek idiomatik kecepatan dan kehalusan teknis.
Sajian lainnya adalah Gaya Kebyar 1960-an I Gusti Made Putu Geria (1906-1983), Jaya Warsa 1969. Sebuah garapan dengan komposisi Jaya Warsa diciptakan untuk pertunjukan Sekaa Gong Jaya Kusuma Banjar Geladag pada Festival Gong 1969.
Karya ini adalah yang pertama mengutip Sekar Gendot untuk komposisi kebyar. Dengan memperluas melodi dengan ukuran dan bentuk yang tidak teratur, digarap dengan tingkat kerumitan yang lebih tinggi.Seperti pada Gender Wayang, versi kebyar hanya mempergunakan instrumen bilah, dengan tambahan pukulan gong pada tempat-tempat penting.
Pengamat budaya Prof. Dr I Made Bandem yang turut hadir menyaksikan pagelaran ini mengemukan gamelan gong Bali memiliki perjalanan yang cukup panjang dan spektakuler. Sejarah gong kebyar sendiri saat ini melalui pemaknaan 100 tahun keberadaannya, telah diawali munculnya dua komposer yaitu Wayan Gde Yudane dan Dewa Alit.
"Saya sangat bangga, mereka telah menggarap gaya kebyar kebaruan yang mungkin bagi penikmat musik Bali masih terlalu asing, akan tetapi kita menantikan lahirnya ruang eksplorasi karya-karya baru berikutnya," ucap Bandem.
Ia mengatakan apa yang disajikan oleh komposer Gde Yudane karyanya lahir dari pendekatan barat, karena sosok Yudane pernah mendalami dunia musik Barat.
"Nah, musik kita atau gamelan Bali juga bersifat polyphonic yaitu hampir semua kelompok melodi dimainkan bermain. Menurut ahli Barat lazim di golongkan ke dalam musik `polyritmic` dengan kekayaan ekspresi, dinamika serta temponya," katanya. (WDY)
Denfest Tampilkan Gong Kebyar
Selasa, 30 Desember 2014 6:58 WIB