Bangli (Antara Bali) - Masyarakat di Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, hingga kini masih melestarikan tradisi pengantin baru yang harus membayar dua ekor sapi untuk disumbangkan ke desa.
"Bagi pasangan pengantin baru di desa ini dipantangkan memasuki pekarangan desa sebelum membayar 'tumbakan' (sejenis maskawin) dua ekor sapi kepada desa dan menjalani 'bebrataan' atau puasa," kata Kepala Desa Bayung Gede I Wayan Suwela di Bangli, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat setempat memiliki tegalan yang berada di luar dari perumahan penduduk. Saat membayar "tumbakan" dilakukan di Pura Bale Agung dengan disaksikan oleh aparat adat setempat, pejabat desa adat, perbekel dan pengurus desa lainnya.
Kedua ekor sapi tersebut tidak boleh diambil kembali oleh pihak keluarga mempelai, walaupun dengan cara membelinya. "Namun jika pengantin laki-laki itu dari Desa Bayung Gede, maka bisa ditebus kembali, atau sepenuhnya diberikan kepada desa," kata Wayan Suwela.
Apabila diberikan kepada desa, kata dia, sapi tersebut akan disembelih dan dagingnya dibagikan kepada seluruh masyarakat Desa Bayung Gede.
"Namun bagian paha sapi akan diberikan kepada aparat adat. Saat membayar 'tumbakan', kedua mempelai diperbolehkan masuk melalui angkul-angkul atau pintu gerbang utama desa yang terletak di sebelah utara desa," katanya.
Sekembalinya dari membayar "tumbakan", katanya, mempelai tidak boleh lagi melewati angkul-angkul tadi, melainkan melewati jalan setapak di samping angkul-angkul.
"Hanya sekali mereka boleh masuk angkul-angkul itu," ujarnya.
Setelah menyerahkan "tumbakan", ujar Suwela, pengantin pria harus memberikan barang lain dan selanjutnya melaksanakan upacara haturkan sesaji ke seluruh penjuru desa di wilayah Bayung Gede.
Kemudian dilanjutkan dengan puasa selama 11 hari dengan tidak boleh melakukan persembahyangan di seluruh pura yang menjadi milik desa.
Selain membayar "tumbakan" sapi, kata Suwela, para pengantin baru ini harus melakukan prosesi dengan tinggal di sebuah gubuk kecil di ujung desa. Selanjutnya pasangan tersebut baru disebut sebagai masyarakat Desa Bayung Gede.
Ia mengaku tidak tahu persis mengapa angkul-angkul tersebut tidak bisa dilewati karena hal itu sudah diyakini secara turun-temurun dan warga tidak berani menentangnya.
"Saking keramatnya, bukan saja pengantin melainkan juga ibu-ibu yang baru melahirkan serta orang yang memiliki keluarga yang mati juga dilarang masuk. Ibu-ibu yang baru melahirkan mengikuti pantangan masuk ini selama 42 hari, sedangkan yang punya keluarga mati selama 12 hari setelah penguburan," katanya.(*)
Tradisi Pengantin Baru Bayar Sapi Masih Lestari
Sabtu, 14 Agustus 2010 7:00 WIB