Jakarta (Antara Bali) - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Panas Bumi menjadi
Undang-Undang pengganti Undang-Undang No. 27/2003 tentang Panas Bumi.
Dalam rapat paripurna pengambilan keputusan yang digelar di
Jakarta, Selasa, seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menyetujui rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang.
"Panas bumi akan berkembang lebih besar dan cepat lagi," kata Wakil
Ketua DPR Pramono Anung, yang memimpin sidang itu.
"Panas bumi ini akan menjamin kemandirian energi. Kita makin
optimis karena ini adalah energi terbarukan yang bisa menggantikan BBM,
sehingga energi makin mandiri," katanya.
Ia menambahkan,
keberadaan undang-undang itu akan mempercepat pelaksanaan program
percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap
dua yang sebagian di antaranya menggunakan energi panas bumi.
Direktur
Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana mengatakan, rancangan
undang-undang yang baru memuat setidaknya empat hal yang berbeda dari
Undang-Undang 27/2003 tentang Panas Bumi.
Dalam rancangan undang-undang itu, kegiatan eksplorasi dan produksi
panas bumi tidak masuk dalam ketegori kegiatan pertambangan.
Selama
ini, pengategorian sebagai bagian dari pertambangan menjadi kendala
pengembangan panas bumi. Sebagian besar potensi energi masa depan
tersebut berada di hutan yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan
pertambangan.
Indonesia diperkirakan memiliki potensi panas bumi 29.000 MW namun baru termanfaatkan sekitar 1.300 MW.
"Dengan tidak lagi masuk kategori pertambangan, panas bumi bisa dioptimalisasi di wilayah konservasi," kata Rida.
Perbedaan lainnya, menurut regulasi yang baru pelelangan
pengelolaan wilayah kerja panas bumi dikembalikan ke pusat, tidak lagi
dilakukan oleh daerah seperti sebelumnya.
Pertimbangannya selama ini daerah terkendala mengeluarkan perizinan
dan sering kali mesti berkoordinasi dengan pusat terlebih dahulu.
Selain itu, menurut rancangan regulasi yang baru pengembang panas
bumi memberikan bonus produksi secara langsung kepada pemerintah daerah
dan pemanfaatan langsung panas bumi untuk nonlistrik diserahkan ke
pemerintah daerah sebagai tambahan pendapatan asli daerah (PAD).
Rancangan undang-undang yang baru juga memberikan porsi lebih besar kepada masyarakat.
Menurut Rida, RUU Panas Bumi mengamanatkan pembuatan tiga Peraturan
Pemerintah (PP) yakni pemanfaatan langsung, pemanfaatan tidak langsung,
dan bonus produksi. Pembuatan ketiga PP itu diharapkan selesai dalam
dua tahun setelah UU diundangkan.
"Paling tidak PP tentang bonus produksi selesai akhir tahun ini," katanya.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji juga mengatakan, persetujuan RUU akan membuat panas bumi makin berkembang.
"Karena kegiatan eksplorasi yang semula terlarang, menjadi boleh," ujarnya.
Ketua Panitia Khusus RUU Panas Bumi DPR Nazarudin Kiemas mengatakan
DPR telah melakukan kunjungan kerja ke dalam maupun luar negeri untuk
mendapat masukan terkait rancangan undang-undang tersebut.
"Dengan persetujuan RUU ini akan memberikan kepastian hukum dan
peningkatan investasi panas bumi menuju ketahanan energi," katanya.
RUU
tentang Panas Bumi merupakan inisiatif pemerintah yang diajukan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke DPR pada 13 Agustus 2013.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, yang mewakili Presiden Yudhoyono
menyampaikan pendapat akhir pemerintah dalam sidang paripurna,
mengatakan bahwa pengesahan RUU Panas Bumi akan membuat pengembangan panas
bumi lebih berkembang. (WDY)
DPR Setuju RUU Panas Bumi jadi Undang-Undang
Selasa, 26 Agustus 2014 14:57 WIB