Negara (Antara Bali) - Polres Jembrana kesulitan mendapatkan psikiater, untuk sebagai pendamping saat menangani kasus kejahatan seksual, baik terhadap anak-anak dan perdagangan manusia.
"Saat menangani kasus seperti itu, kami harus kesana kemari mencari psikiater. Padahal peran psikiater penting, untuk mendampingi korban agar kami bisa memperoleh keterangan yang utuh," kata Wakapolres Jembrana, Kompol Hagnyono, saat menerima LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK) di Negara, Selasa.
Selain psikiater, masalah biaya visum untuk kasus seksual yang mencapai Rp350 ribu, juga menjadi kendala kepolisian, sehingga pihaknya berharap ada kerjasama dengan Pemkab Jembrana.
"Kami harap LBH APIK juga koordinasi dengan Bupati Jembrana, untuk bisa meringankan biaya visum, maupun merancang peraturan daerah untuk perlindungan anak dan perempuan," ujarnya.
Direktur LBH APIK, Ni Nengah Budhawati mengatakan, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kasus-kasus kejahatan seksual, terhadap perempuan dewasa maupun anak-anak.
Menurutnya, instansi atau lembaga terkait bentukan pemerintah, belum bekerja maksimal untuk mencegah, dengan memberikan pembinaan dan sosialisasi, kepada remaja serta perempuan, terkait kejahatan ini.(GBI)