Jakarta (Antara Bali) - Menteri Perhubungan (Menhub), E.E. Mangindaan mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi pusat perawatan pesawat (maintenance, repair, overhaul/MRO) mengingat besarnya pertumbuhan industri penerbangan di Tanah Air.
"Kondisi ini menjadi pasar potensial bagi MRO, mengingat pertumbuhan perusahaan penerbangan ditandai dengan pertumbuhan jumlah penumpang 15--20 persen per tahun dan meningkatnya pemesanan pesawat," kata E.E. Mangindaan dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, ujar dia, Indonesia juga mesti menjamin kualitas pelayanan yang tinggi termasuk sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi. Sehingga dalam waktu singkat, Indonesia bisa menjadi pusat MRO regional yang penting di kawasan Asia Pasifik.
Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa saat ini pasar MRO nasional diperkirakan hanya mampu menyerap 30 persen, sementara 70 persen perawatan pesawat di luar negeri.
"Ini menunjukkan kita belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri di bidang perawatan pesawat udara," ucap Mangindaan.
Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia (Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association/IAMSA) menyatakan Indonesia masih minim tenaga ahli perawatan pesawat yang sebenarnya berpotensi untuk berkembang.
"Teknisi dan tenaga ahli perawatan masih menjadi profesi langka di Indonesia," kata Presiden IAMSA Richard Budihadianto dalam acara Aviation MRO Indonesia 2014 Conference and Exhibition di Jakarta, Selasa.
Menurut Richard, kekurangan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat juga dapat disebut sebagai isu utama industri perawatan pesawat.
Ia mengingatkan saat ini jumlah teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat di Indonesia diperkirakan di bawah 3.000 orang. Padahal kebutuhan industri perawatan pesawat untuk lima tahun ke depan mencapai 6.000 orang dengan asumsi kapasitas MRO nasional meningkat menjadi 50--60 persen.
Untuk itu, IAMSA menilai perlunya terobosan pemerintah dan pelaku industri MRO guna memenuhi kebutuhan teknisi dan tenaga ahli perawatan pesawat.
"Institusi pendidikan yang ada sekarang hanya mampu menghasilkan maksimal 600 orang teknisi," kata Richard. (WDY)