Denpasar (Antara Bali) - Pesatnya laju pembangunan di perkotaan, termasuk di Bali, semakin mengikis lahan dan bangunan bersejarah yang selama ini dikenal sebagai daerah pusaka, kata seorang pakar.
"Kita lihat di beberapa kota, pembangunan demikian pesatnya itu berakibat lahan yang tersedia semakin berkurang. Kondisi itu mengakibatkan daerah pusaka juga terancam kena gusur," kata pakar ekonomi UI Prof Dr Dorodjatun Kuntjoro Jakti di Sanur, Jumat, saat menjadi pembicara dalam seminar nasional pelestarian kota pusaka.
Menurut dia, pemerintah daerah saat ini terus dipacu meningkatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) untuk bisa mendanai pembangunan, termasuk dari bangunan dan tanah.
"Meski pemerintah pusat telah mengucurkan dana seperti Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, hingga bagi hasil, tetap saja daerah perlu sumber dana lain untuk pembangunan," katanya.
Akibatnya, keberadaan tempat bersejarah yang menjadi pusaka daerah terus tergusur sebab pemerintahan dalam rencana umum tata ruangnya kerap mengubah lahan dan daerah pusaka menjadi daerah niaga untuk mendukung perekonomian.
Untuk memenuhi pendapatan daerah itu, kata dia, banyak bangunan bersejarah, seperti gedung penjara tua, satu per satu habis diubah untuk pusat perbelanjaan atau bisnis lainnya.
"Jika kondisi ini dibiarkan maka lambat laun daerah pusaka hanya akan tinggal menjadi cerita," katanya.
Untuk itu, guru besar Fakultas Ekonomi Universita Indonesia itu berharap daerah segera membuat aturan tegas dalam bentuk perda yang melindungi keberadaan tempat-tempat pusaka kota.
"Saya kira di Pemda DKI Jakarta telah memiliki perda seperti itu. Ini upaya penting yang harus dilakukan pemerintah. Untuk bisa melaksanakan ini perlu figur pemimpin yang kuat seperti Ali Sadikin di Jakarta dulu," kata dia.
Tanpa ketegasan yang ada dalam sosok pemimpin, kata dia, akan sulit menjalankan perda yang berisi perlindungan pusaka daerah.(*)