Denpasar (Antara Bali) - Pengamat seni budaya Bali, Kadek Suartaya, menilai, aspek estetik tari, karawitan, dan seni pedalangan yang dikolaborasikan dengan sendratari Bali mampu mencerminkan nilai artistik dengan konsep penggarapan yang cermat.
"Muatan estetikanya menjadi representasi nilai-nilai moral dan spiritual yang patut direguk saripatinya," kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu di Denpasar, Selasa.
Kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana itu menjelaskan sendratari kolosal yang muncul di arena Pesta Kesenian Bali (PKB) sejak awal aktivitas seni tahunan itu dirintis pada 1978 mampu menarik perhatian masyarakat.
Pementasan sendratari kolosal yang didukung ratusan penari yang pentas di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, dapat dibedakan menjadi dua, yakni sendratri kecil dan sendratari besar (kolosal).
Suartaya menjelaskan sendratari kecil dibawakan oleh sekitar 15-25 penari seperti yang dikenal masyarakat dalam Ramayana Balet yang sering dapat disaksikan masyarakat Bali pada era 1960-1970-an.
Sendratari besar (kolosal), katanya, merupakan pementasan yang dibawakan lebih dari 50 hingga ratusan penari.
Ia mengatakan dalam seni pertunjukan Bali, dramatari yang dibawakan banyak penari pernah terjadi dalam dramatari gambuh dan wayang wong, dengan melibatkan 50-100 penari.
Meskipun demikian, katanya, pertunjukan itu tidak disebut kolosal karena kedua dramatari itu masih menampilkan karakter pokok, yakni satu sama lain memiliki tari dan atribut yang berbeda, tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. (*/ADT)
Pengamat: Nilai Artistik Konsep Garapan Cermat
Selasa, 7 Januari 2014 8:15 WIB