Jakarta (Antara Bali) - The National Maritime Institute (Namarin) menilai manajemen transportasi laut di Indonesia sampai saat ini tidak jelas, hal itu disebabkan diizinkannya pengoperasian Kapal Landing Craft Tank (LCT) di Pelabuhan Merak dan Bakauheni.
"Ini bukti manajemen transportasi laut di Indonesia tidak jelas dan ini lebih dari sekedar persoalan bisnis penyeberangan," kata pendiri dan Direktur The Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Penegasan itu terkait dengan beroperasinya Kapal LCT di Pelabuhan Merak dan Bakauheni yang mengangkut penumpang dan barang di lintas penyeberangan itu seperti yang dilakukan oleh Kapal Roro di lintas itu.
Menurut Rusdi, pengoperasian kapal yang berbentuk seperti kapal untuk mendarat tank di tepi pantai itu, sudah tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsinya.
Padahal, katanya, seharusnya kapal LCT mengangkut angkutan khusus, seperti angkutan truk (kontainer) dan sejenisnya, serta limbah berbahaya, yang tidak bisa diangkut kapal ro-ro.
"LCT itu kapal odong-odong di laut. Seharusnya mereka tidak dibolehkan beroperasi, apalagi membawa penumpang karena dari sisi keselamatan sangat berbahaya karena kapal ini bukan untuk angkutan penumpang barang," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Perhubungan mencabut ijin operasinya.
Rusdi juga sering mendengar keluhan dari berbagai pihak tentang pengoperasian kapal LCT di Merak dan Bakauheni yang menyalahi fungsinya.
Ia juga menyebut, truk-truk yang selama ini menyeberang dari pelabuhan ASDP pindah ke kapal-kapal LCT karena tarifnya lebih murah, meski keselamatan menjadi pertaruhannya.
Selain itu, kapal LCT itu sangat tidak layak dan tidak nyaman," ujarnya.
Terakhir, sesuai aturan, tambah Rusdi, pengangkutan penyeberangan menggunakan kapal ro-ro, bukan kapal angkut barang seperti LCT.
"Namun, runyamnya izin Kapal Roro oleh Ditjen Perhubungan Darat, tetapi izin Kapal LCT oleh Ditjen Perhubungan Laut. Inilah sumber ketidakjelasan itu yang semestinya segera dibenahi," katanya. (WRA)