Sanur (Antara Bali) - Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh, menyatakan kegembiraannya atas pelaksanaan Konferensi Internasional Ilmuwan Muda (ICYS) Ke-17, suatu ajang penemuan ilmiah.
Nuh menyatakan hal itu di Sanur, Denpasar, Selasa, di depan ratusan anggota delegasi 21 negara yang akan berkompetisi dalam ajang ICYS yang pertama kali dilaksanakan di luar Eropa dan Amerika.
Dalam gelaran internasional itu, ratusan anak muda usia belasan tahun saling beradu ide dalam keunggulan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara 13 negara yang mengirimkan delegasinya adalah Belarus, Rusia, Inggris dan Iran sebagai pengamat.
Gelaran ilmiah ini, katanya, menjadi ajang yang baik bagi peserta untuk menunjukkan semua potensi yang dimiliki demi kemajuan ilmu pengetahuan.
"Dengan menjadi pemenang kompetisi bergengsi ini, akan semakin mendekatkan kita semua menuju penemuan ilmiah. Mulailah dengan ide sederhana secara sistematik, berlanjut ke tahap yang lebih rumit," katanya.
Bagi Indonesia, gelaran ilmiah bagi ilmuwan muda ini merupakan hal penting sekalipun bukan yang pertama kali dilaksanakan. Indonesia pernah menjadi tuan rumah bagi Olimpiade Fisika Bagi Ilmuwan Muda Ke-33.
Olimpiade fisika itu menjadi batu penjuru penting bagi diseminasi minat anak muda pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Indonesia kemudian semakin sering mengirimkan anak mudanya dalam kompetisi internasional di bidang Kimia, Biologi, Fisika, Ilmu Bumi, Informatika, dan lain-lain.
"Bagi Indonesia, raihlah medali emas sebanyak-banyaknya, berkompetisilah secara baik dan membanggakan," katanya.
Sementara itu, Presiden IYCS, Zsuzsanna Rajkovits, secara terpisah menyatakan, "Gelaran di Bali ini sangat bersejarah. Baru kali inilah dilaksanakan di luar Eropa, setelah dimulai di Eropa Tengah beberapa masa lalu."
Pada 2001, negara peserta melebar ke belahan barat Eropa ditandai dengan kesertaan Belanda. "Momen kesertaan ini bagi para remaja ilmuwan menjadi hal sangat penting karena menjadi momen untuk mereka memastikan profesi yang akan mereka tekuni nanti," katanya.
Hal ini ditandai dengan kehadiran enam negara baru sebagai pengamat, yaitu Thailand, Iran, Laos, Kamboja, Nigeria, dan Inggris. Keenam negara itu belum bisa mengirimkan remajanya dalam kompetisi ilmiah internasional bergengsi itu.(*)