Denpasar (ANTARA) - Salah satu perusahaan air minum asal Bali mengusulkan agar kebijakan pelarangan air minum dalam kemasan (AMDK) dimulai dari kemasan di bawah 500 ml.
Hal ini disampaikan Direktur Utama CV Tirta Taman Bali I Gde Wiradhitya Samuhata di Denpasar, Kamis, merespons kebijakan Gubernur Bali agar berhenti memproduksi AMDK di bawah 1 liter mulai 2026.
Menurutnya dengan langsung menghentikan produksi di bawah 1 liter akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan yang masih bergantung pada penjualan ukuran 500 ml-1 liter.
“Berharap kebijakan ini bisa dievaluasi dan dijalankan bertahap, misalnya dimulai dari pelarangan cup atau kemasan di bawah 500 ml terlebih dahulu,” kata Wiradhitya.
Sebagai pengusaha air minum lokal merek Nonmin itu dia menyatakan dukungan atas rencana Pemprov Bali demi menjaga lingkungan, namun baginya kurang tepat jika langsung melompat ke pelarangan air minum dalam kemasan plastik di bawah 1 liter.
Baca juga: Gubernur Koster luluhkan perusahaan besar buat hentikan air kemasan plastik
Industri melihat jika terlalu tergesa maka dampaknya dapat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan Bali yang bekerja di pabrik-pabrik air minum, sebab kesiapan dari perusahaan jika harus beralih juga diperlukan.
Wiradhitya menyebut berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) terdapat 16 pabrik air minum dalam kemasan di Bali yang bergantung pada penjualan ar kemasan di bawah 1 liter.
Di dua perusahaan miliknya saja, ia mempekerjakan 120 karyawan, sehingga ia khawatir jika perusahaan lain tak bertahan maka ratusan hingga seribuan karyawan terdampak.
"Kemarin ASPADIN bilang dari 18 yang terdaftar ada 16 yang bergantung di bawah satu liter, 16 kali 90 paling tidak ya, itupun di satu pabrik cuma satu shift," kata dia.
Selain menyarankan Pemprov Bali memulai dari kemasan kecil 500 ml, pengusaha juga menyoroti sampah plastik lainnya yang turut jadi penyumbang tumpukan sampah di Bali seperti kemasan minuman soda, sachet, dan jenis plastik lainnya yang belum tersentuh.
Sejauh ini dalam rapat-rapat pengusaha dan Gubernur Bali Wayan Koster untuk sampah jenis tersebut memang belum diatur tapi menurutnya itu penting karena belum terkelola dengan baik.
Wiradhitya mengungkapkan, saat rapat pertama bersama Gubernur Bali permasalahan utama yang dipaparkan adalah soal pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga hingga TPA bukan dari sisi produsen atau distributor.
Dari sana ia juga melihat sebaiknya meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah dari sumber menjadi target utama, dan jika keberhasilannya sudah mencapai 70 persen namun persoalan sampah masih timbul, baru lah ke tingkat produsen.
Baca juga: Gubernur Koster kumpulkan pengusaha bahas larangan air kemasan plastik