Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menekankan pentingnya kolaborasi negara berkembang di kawasan Selatan-Selatan untuk membangun daya tahan terhadap potensi peningkatan permukaan air laut.
“Ketika berbicara peningkatan permukaan air laut harus ada adaptasi secara holistik,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di sela panel diskusi Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multi-Pihak dan Forum Indonesia-Afrika di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Ia mengungkapkan tren selama sekitar satu dekade terakhir atau pada Januari 2014 hingga Desember 2023, permukaan air laut di Indonesia yang termasuk wilayah Pasifik bagian barat mengalami kenaikan mencapai hingga rata-rata 10 milimeter per tahun.
Peningkatan itu jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global untuk kenaikan permukaan air laut mencapai hingga 4,7 milimeter per tahun. “Jadi ini sangat serius untuk Indonesia dan itu tanpa mempertimbangkan penurunan muka tanah dan hal lainnya,” ucapnya.
Baca juga: Indonesia pelajari wisata konservasi dari negara-negara di kawasan Benua Afrika
Apabila ditarik mundur, lanjutnya, secara global peningkatan permukaan air laut mencapai rata-rata 2,13 milimeter per tahun pada 1993 hingga 2002 dan pada 2003-2012 mencapai rata-rata 3,33 milimeter per tahun.
Menyikapi fenomena itu, pihaknya telah melakukan pelatihan tak hanya di dalam negeri tapi juga negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik sejak 2018 mengingat peningkatan permukaan air laut itu mengancam negara kecil kepulauan.
Pelatihan itu berupa prakiraan meteorologi, tsunami, dan program lain terkait keamanan pesisir laut dan bencana terkait lainnya menyangkut penilaian risiko dan sistem peringatan dini, diantaranya di Papua Nugini, Tonga, hingga di Kepulauan Solomon.
Selain kerja sama Selatan-Selatan, ia juga menekankan pentingnya pengawasan berkelanjutan dan terstandarisasi dalam sistem pengukuran peningkatan permukaan air laut. Kemudian, sinergi melalui pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan pentingnya kesiapan masyarakat untuk melakukan aksi dini untuk mendukung daya tahan.
Baca juga: Indonesia ambil peluang IAF buat tambah kunjungan dari Afrika
Dwikorita menambahkan peningkatan permukaan air laut merupakan dampak dari perubahan iklim. Selain itu, ada beberapa indikator lain yang ikut berkontribusi, antara lain suhu dan cuaca ekstrem dengan frekuensi yang intensif dan durasi yang lebih lama.
Hal lain yang mendorong naiknya permukaan air laut, kata dia, kondisi meteorologi khususnya ada kombinasi penurunan muka tanah akibat konsumsi air tanah.
“Semua terintegrasi, jadi dampaknya mengumpul simultan,” ucapnya sembari menambahkan kondisi itu mendorong perlunya upaya holistik bersama.