Denpasar (ANTARA) - Kumpulan musisi Indonesia peduli krisis iklim yang tergabung dalam komunitas IKLIM tahun ini kembali menggandeng seniman lainnya untuk diajak menggarap musik yang kaya dengan isu lingkungan.
Vokalis Navicula Gede Robi yang sekaligus produser komunitas itu mengatakan perjalanan di tahun kedua berlanjut dengan menggandeng 15 grup musik atau musisi setelah tahun sebelumnya berhasil melahirkan satu album bersama 13 musisi.
Di Denpasar, Rabu, Robi menyebut 15 seniman tersebut, di antaranya Petra Sihombing, Efek Rumah Kaca, Voice of Baceprot, Matter Mos, hingga musisi-musisi lokal seperti Daniel Rumbekwan dari Papua, Las! dari Pontianak, dan Jangar dari Pulau Dewata.
“Awalnya pendaftar 130, inginnya semua masuk tapi karena terbatas dan banyak pertimbangan, seperti melihat karyanya, alasan kenapa tertarik dengan isu lingkungan, dan kami cari tau media sosialnya,” kata dia.
“Ada pertimbangan juga seperti daerahnya misalnya kami pilih Las! dari Pontianak, karena Kalimantan hutannya banyak, ada isu yang harus disuarakan, harus ada orang lokal yang bicara, juga isu kepedulian terhadap Papua kami pilih juga satu artis,” kata musisi yang puluhan tahun juga dikenal sebagai aktivis lingkungan itu.
Pada tahun pertamanya 2023 lalu, sebanyak 13 musisi dan grup yang tergabung dalam IKLIM pertama kali berhasil melahirkan album berjudul Sonic Panic, mereka seperti Navicula, Endah n Rhesa, dan Tuan Tigabelas.
Saat itu, 13 musisi tersebut mengikuti workshop dengan pemateri yang memberi pengetahuan soal isu lingkungan, di hari-hari terakhir mereka membuat karya yang November 2023 lalu akhirnya dimainkan dalam sebuah konser musik.
Pendalaman mengenai masalah lingkungan sehari-hari kemudian diterapkan dalam konser, akhirnya pentas 13 musisi tersebut di Ubud, Bali, berakhir tanpa sampah dan tak ada satu pun penonton yang menggunakan botol plastik.
Misi lingkungan itu yang nantinya hendak diterapkan kembali ke 15 musisi tahun ini, di mana mereka akan memulai workshop di bulan Juli.
“Kegiatannya hampir sama, mungkin lebih berkembang, banyak organisasi yang terlibat, setiap workshop membuat lagu, album kompilasi, kemudian diluncurkan,” ujar Gede Robi.
Menurutnya, yang menarik adalah pada hari ketiga dan keempat pelatihan, di mana musisi akan memberi respons terhadap pengetahuan yang telah dibagikan.
Pada posisi itu kata dia, seluruh musisi umumnya akan merefleksikan pengetahuan yang dimiliki dengan isu sekitarnya, sehingga tak ada paksaan dalam berkarya.
Misi komunitas musisi tanah air itu rencananya ingin terus dilanjutkan, tak terbatas pada menyuarakan lingkungan dengan musik, Robi berharap kepedulian terhadap isu ini digaungkan di kehidupan sehari-hari.
“Saya bagikan kebiasaan saya seperti tidak menggunakan botol atau kemasan plastik, ada beberapa yang sudah menerapkan, tapi saya tidak mau memaksa, saya hanya mengenalkan,” tuturnya.*