Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melakukan evaluasi terhadap penambahan pangkalan elpiji 3 kilogram buntut dari kelangkaan yang terjadi sejak akhir Mei lalu.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) ESDM Bali Ida Bagus Setiawan di Denpasar, Sabtu, mengatakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas penyebaran pangkalan, karena semestinya tambahan ini memudahkan masyarakat penerima dalam mengakses.
“Jumlah pangkalan ada peningkatan, harapannya seharusnya efektif tapi kenyataannya tidak, ini harus dicari solusinya sebagai jangka pendek,” kata dia kepada ANTARA.
Setiawan menambahkan selain evaluasi, tim terpadu di kabupaten/kota dan provinsi juga rutin memonitor.
“Harus evaluasi betul, dan kami juga ada tim terpadu di kabupaten/kota dan provinsi rutin monitor dan evaluasi, karena ada tempat-tempat yang disinyalir terjadi ketidaktepatan distribusi, ini perlu kami libatkan aparat penegak hukum,” sambung Setiawan.
Kepala Disnaker ESDM Bali menyebut dari laporan Hiswana Migas ada tambahan 900 pangkalan elpiji 3 kilogram, yaitu dari semula 3.500 pangkalan dan 108 agen kini menjadi 4.402 pangkalan dan 113 agen.
Ia melihat penambahan pangkalan ini bertujuan baik, masyarakat lebih mudah membeli elpiji subsidi dengan HET Rp18.000 tanpa perlu membeli di pengecer.
Namun, sebaran tambahan 900 pangkalan menjadi PR tim terpadu sebab nyatanya kelangkaan justru terjadi akibat kuota di setiap pangkalan menjadi berkurang dan di wilayah seperti Denpasar, Badung, dan Gianyar mengalami kekurangan elpiji 3 kilogram bahkan harganya di pengecer sempat menyentuh Rp30.000 per tabung.
Selain evaluasi terhadap sebaran pangkalan, lebih jauh Pemprov Bali menilai kelangkaan gas melon itu disebabkan oleh penerima yang tidak tepat sasaran.
“Faktor utamanya ketidaktepatan itu, jadi mau ditambah berapa pun kalau penggunanya tidak tepat ya kasihan yang seharusnya sesuai dan dapat malah tidak dapat,” ujarnya.
Dari data Disnaker ESDM Bali, hingga saat ini konsumsi elpiji 3 kilogram untuk rumah tangga sasaran hanya 35 persen, sementara 65 persennya di luar itu termasuk UMKM yang berhak menerima dan usaha yang tidak berhak menerima.
Ia mengakui saat ini sudah ada kebijakan agar pembeli elpiji 3 kilogram menunjukkan KTP elektronik saat membeli di pangkalan, namun efektivitasnya juga dinilai kurang.
Hal tersebut lantaran pemilik satu KTP elektronik dapat membeli satu tabung, sehingga dalam satu keluarga dapat membeli sebanyak kartu identitas yang ada.
“Kami mendorong supaya masyarakat yang tepat sasaran bisa mengakses di pangkalan terdekat, penambahan pangkalan ini juga harus disertai ketepatan tadi, kalau ditambah tapi tidak tepat kan salah juga, ini perlu peran semua pihak,” tutur Setiawan.