Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Bali IGW Samsi Gunarta menyampaikan, kereta cepat Light Rail Transit (LRT) yang sedang digencarkan pemerintah provinsi nantinya akan terhubung dengan angkutan cepat bus listrik (e-BRT) se-Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita) yang baru dimulai pengembangannya.
“Untuk integrasi kami sudah melihat titik-titiknya, yang jelas e-BRT dan LRT ini akan terhubung di Central Parkir Kuta,” kata dia di Denpasar, Rabu.
Selain itu, dalam kegiatan penandatanganan kerja sama proyek angkutan cepat bus listrik tersebut, Samsi menyebut dua transportasi itu juga akan bertemu di Canggu, tepatnya ketika LRT bergerak dari Bandara ke arah Utara dan eBRT dari Timur (Gianyar) ke Barat.
Dengan adanya konektivitas ini maka akan memudahkan pengguna ketika turun dari satu transportasi kemudian melanjutkan perjalanan dengan transportasi publik lainnya.
Berbeda dengan LRT yang banyak disoroti belakangan, eBRT baru memulai proses studi kelayakannya, namun nantinya angkutan ini akan mencakup akses yang lebih panjang melintasi empat kabupaten/kota.
Baca juga: Dishub Bali dorong penggunaan kendaraan listrik dan transportasi publik
Kepala Dishub Bali menuturkan sudah ada beberapa rute yang dipertimbangkan, salah satunya Denpasar yang dibagi menjadi dua titik yaitu utara ke Selatan dan Timur ke Barat.
“Utara-selatan ini sudah selesai yaitu dari Ubung sampai Central Parkir, kemudian nanti masuk ke Jalan Universitas Udayana dan Nusa Dua, jadi itu koridor yang utama. Koridor kedua timur-barat itu ada dua pilihan yaitu dari Batubulan sampai Batubelig atau Batubulan-Sanur-Petitenget,” jelasnya.
Samsi mengatakan untuk memastikan rute yang digunakan termasuk potensi koneksi dengan LRT diperlukan proses studi kelayakan lebih dalam, selain itu dalam mengembangkan transportasi publik diperlukan studi juga untuk ekosistem pendukungnya agar proyek ini berkelanjutan.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah halte, akses pejalan kaki, dan stasiun pengisian daya listrik, di mana untuk lokasi pengisian daya Pemprov Bali memiliki titik-titik lahan potensial yang dapat dimanfaatkan.
Baca juga: Studi kelayakan LRT di Bali selesai pada 2023
“Tinggal dipilih kira-kira titik mana kita bisa mengisi daya bus supaya bus itu bisa sambil berhenti istirahat, atau mungkin nanti ada sistem swap. Nanti kita lihat sistem mana yang akan kita pakai dan siapa yang bisa investasi di ekosistem itu,” ujar Samsi.
Pengembangan angkutan cepat bus listrik ini dilakukan agar masyarakat Bali memiliki transportasi publik yang handal, dengan biaya yang murah, namun konektivitasnya baik sehingga masyarakat tak ragu untuk berjalan kaki.
Dishub Bali mengakui peralihan minat masyarakat Pulau Dewata untuk menggunakan transportasi publik terbilang lambat, tetapi pemerintah tidak bisa terus menerus membangun jalan sementara kepadatan dan kemacetan semakin parah.
“Sekarang tinggal pilih nantinya apakah tetap mau bermacet-macet ria dengan kendaraan pribadi atau naik transportasi publik yang kira-kira bisa kita hitung tibanya kapan?,” ucap kadis lulusan ITB itu.
“eBRT ini salah satu kelebihannya itu, sehingga diharapkan kita tidak terganggu dengan kemacetan, eBRT akan mendapat prioritas di jalan,“ katanya.