Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bali bersama pihak terkait akan memberikan tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan bagi wisatawan mancanegara yang memakai kripto sebagai alat transaksi pembayaran di hotel, restoran, destinasi wisata, pusat perbelanjaan dan tempat lainnya.
"Wisatawan mancanegara yang berperilaku tidak pantas, melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin visa, memakai kripto sebagai alat transaksi pembayaran, serta melanggar ketentuan lainnya akan ditindak dengan tegas," kata Gubernur Bali Wayan Koster di Denpasar, Minggu.
Koster menyampaikan hal tersebut dalam Konferensi Pers Perkembangan Pariwisata Bali yang juga dihadiri Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali Trisno Nugroho dan pimpinan OPD Bali terkait.
"Tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan yaitu dideportasi, dikenakan sanksi administrasi, hukuman pidana, penutupan tempat usaha, dan sanksi keras lainnya," ucap Koster.
Koster mengemukakan larangan penggunaan mata uang selain Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran diantaranya mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.
Berdasarkan UU No 7 Tahun 2011 ini sanksi penggunaan mata uang selain Rupiah dan alat pembayaran lain dalam transaksi pembayaran akan dipidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Selanjutnya juga diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
"Sanksinya bagi orang yang melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing tanpa izin dari Bank Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp22 miliar," ujar Koster.
Selanjutnya kewajiban penggunaan Rupiah juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, kewajiban membayar denda, dan larangan ikut dalam lalu lintas pembayaran," kata Koster.
Sementara itu Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho menegaskan di Bali telah disediakan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) atau money changer dengan 138 Kantor Pusat dan 500-an cabang yang telah memiliki izin dari Bank Indonesia.
"Jadi sesungguhnya wisatawan bisa menukarkan uang Rupiah dengan aman pada KUPVA berizin. Uang Rupiah juga telah disiapkan di situ," ujarnya.
Trisno menegaskan di Indonesia tidak boleh menggunakan uang di luar Rupiah sebagai alat transaksi pembayaran dan Bank Indonesia juga telah memfasilitasi dari sisi bentuk pecahan Rupiah maupun jumlahnya yang ada di masyarakat.
"Kripto sebagai aset itu boleh. Ada Bappebti yang mengawasi dan ada Indodax maupun perusahaan lainnya untuk perdagangan aset kriptonya. Tetapi kripto untuk alat pembayaran itu dilarang di Indonesia," katanya.
Terkait dengan dugaan penggunaan kripto sebagai alat transaksi pembayaran di sejumlah tempat wisata di Bali, Trisno mengatakan pihaknya bersama Kepolisian Daerah Bali dan Pemprov Bali akan terus berkoordinasi.
"Kami bersama Kapolda dan Gubernur terus berkoordinasi. Ini uang Rupiah yang harus kita jaga," ujar Trisno.
Trisno juga meminta partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan jika ada praktik transaksi pembayaran yang kurang sesuai dengan undang-undang. "Kami terus bergerak dengan Pak Kapolda untuk mengadakan pemantauan dan pengawasan," katanya.