Jakarta (Antara Bali) - Pengamat psikologi, Sri W Rahmawati mengatakan, perdamaian antara Bupati Garut Aceng HM Fikri dengan mantan istrinya, Fany Octora, dengan mudah bisa terulang kembali dan menjadi preseden terulangnya kasus serupa karena adanya kemudahan dalam penyelesaian kasus tersebut.
"Saya melihat Fany dengan keluarganya memang senang dengan Bupati Garut tersebut dan Sang Bupati juga menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi keluarga Fany. Seharusnya pemerintah mengatur kepatutan etika bupati serta jajaran pejabat dalam kasus seperti ini karena akan menyebabkan terjadinya preseden kasus berikutnya," kata Sri W Rahmawati, Kamis.
Sementara itu, seorang pengamat psikologi lainnya, Fikri Mubarok berpendapat, kasus serupa yang terjadi pada Bupati Garut-Fany sudah banyak terjadi dan terus berulang. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya sanksi sosial yang kuat.
"Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan hukuman atau punishment secara konsisten menyangkut kasus serupa. Seharusnya pula Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berperan besar dalam menangani kasus ini menyangkut peningkatan kemandirian perempuan," kata Fikri Mubarok.
Fikri menambahkan, pemerintah harus lebih sensitif dan tanggap dalam menangani kasus ini agar kemarahan publik cepat mereda.
Bupati Garut Aceng HM Fikri dan Fany Octora sepakat berdamai melalui pertemuan antara kedua belah pihak di Limbangan, Garut, Rabu (5/12). Pertemuan tersebut berlangsung selama 45 menit dan seusai pertemuan, Fany langsung mencium tangan Aceng serta bersalaman dengan kerabat bupati itu. (*/T007)