Denpasar (ANTARA) - Suasana hening dan sunyi, yang sarat makna, akan kembali dirasakan umat Hindu di Bali pada Hari Suci Nyepi Caka 1945 yang tepatnya jatuh pada 22 Maret 2023.
Nyepi sendiri adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Caka pada tanggal pertama atau kesatu pada bulan ke-10 (Sasih Kedasa) dalam Kalender Caka Bali.
Tidak seperti perayaan keagamaan lainnya yang meriah, selama Nyepi berlangsung, jalanan akan sepi, warung, kantor-kantor, dan berbagai fasilitas publik pun tutup. Penerbangan dihentikan, hingga layanan data seluler dan IPTV juga dibatasi untuk menambah kekhusyukan umat Hindu.
Hari Suci Nyepi juga dikenal dengan pelaksanaan Catur Brata Penyepian, yakni amati geni (tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).
Bagi umat Hindu yang mampu menjalankan, juga dapat melaksanakan tapa brata, yoga, dan semadi. Hari Nyepi dilaksanakan dengan tujuan mempersiapkan diri sebelum menjalani tahun yang baru dan sekaligus momentum introspeksi diri.
Meski dirayakan dengan berdiam diri, sebelum datangnya Hari Suci Nyepi, beragam rangkaian acara dilakukan umat Hindu untuk menyambut Tahun Baru Caka ini.
Upacara Melasti merupakan rangkaian awal upacara Nyepi yang dilaksanakan 3 atau 4 hari sebelum Nyepi. Upacara ini untuk memohon pembersihan dan tirta amerta (air suci kehidupan).
Pelaksanaan Melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa benda-benda suci seperti arca, pretima, dan barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan yang diarak oleh umat Hindu menuju laut atau sumber air.
Kedua, upacara Tawur Agung atau Tawur Kesanga adalah ritual suci sehari menjelang perayaan Hari Suci Nyepi yang jatuh pada hari Tilem Sasih Sesanga.
Tawur Kesanga bermakna sebagai simbol pembersihan alam untuk mencapai keseimbangan makrokosmos (Bhuana Agung) dan mikrokosmos (Bhuana Alit).
Ritual Tawur Agung bertujuan untuk menyucikan alam semesta beserta isinya dan meningkatkan hubungan, serta keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (filosofi Tri Hita Karana).
Ritual Tawur Agung diikuti dengan upacara Pengerupukan dengan menyebar nasi tawur, hingga memukul kentungan hingga bersuara.
Saat malam Pengerupukan, biasanya tiap desa dimeriahkan dengan adanya pawai ogoh-ogoh yang diarak berkeliling desa dengan membawa obor dan diiringi gamelan baleganjur.
Sementara itu, dosen Fakultas Brahma Widya Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Ketut Donder, Ph.D mengatakan Nyepi sangat terkait dengan teologi (ilmu yang mempelajari tentang Tuhan).
"Hubungannya dengan Nyepi karena suara Tuhan itu sangat halus, tidak bisa didengar dengan suara kasar. Oleh sebab itu, pada orang-orang yang menyepi atau hening, baru suara dentingan genta istilahnya dalam tubuh manusia bisa didengar. Jadi suara Tuhan itu didengar melalui sepi," ucapnya.
Akan tetapi, kata Donder, yang sesungguhnya tidak bisa sepi itu adalah pikiran karena selalu sibuk mendengar dan memikirkan. Semua alat indera kita itu pusatnya pada pikiran.
"Karena itu, ketika pada saat penyepian kita diminta untuk berkonsentrasi atau meditasi. Khususnya di Bali, proses pemeditasian itu dibuatkan secara metodis melalui Catur Brata Penyepian," ucapnya.
Catur Brata Penyepian yakni amati geni (tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).
"Dalam konteks kekinian, dunia semakin tidak terkendali dengan kondisi kemanusiaannya. Oleh karena itu esensi utama dari penyepian ini yakni manusia merenung, umat Hindu merenung tentang kemanusiaan. Tidak lagi hanya dalam bentuk ajaran, tetapi bentuk aplikasi berupa kemanusiaan itu," ujarnya.
Donder menambahkan kalau manusia hilang kemanusiaannya, maka tidak artinya. Kalau manusia hanya berteologi saja juga bisa hilang kemanusiaannya.
"Jadi, yang utama mestinya perayaan Nyepi itu dibawa ke konsep-konsep kemanusiaan. Tingkat kepedulian kepada manusia itu harus lebih dioptimalkan. Manusia harus memperhatikan dan menolong sesama manusia. Untuk apa kita Nyepi tidak ke mana-mana tetapi kita tidak memiliki kepedulian pada kemanusiaan?" ucapnya.
Selanjutnya, Nyepi dan toleransi beragama
Nyepi jadi momentum tingkatkan nilai-nilai kemanusiaan
Oleh Ni Luh Rhismawati Senin, 20 Maret 2023 18:00 WIB