Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendata ada 12 penyedia penilaian kredit inovatif (ICS) yang masih aktif memberikan informasi kredit calon debitur kepada lembaga jasa keuangan.
“ICS yang aktif itu sudah melakukan perjanjian kerja sama dengan beberapa perusahaan lembaga keuangan,” kata Kepala Departemen Pengawas Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono Gani di sela seminar internasional terkait penilaian kredit di Nusa Dua, Bali, Jumat.
Berdasarkan data OJK, hingga 2022 terdapat 20 perusahaan yang menyediakan jasa penilaian kredit inovatif, setelah lahirnya Peraturan OJK Nomor 13 tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di sektor jasa keuangan.
Namun, dari jumlah total itu, lanjut dia, hanya 12 yang aktif melakukan penilaian kredit.
“Tapi kalau yang tidak aktif itu biasanya sebatas konsep dan memang dia tidak melakukan kegiatan komersial sekarang,” imbuhnya.
Meski begitu, Triyono tidak membeberkan terkait kualitas calon debitur hasil penilaian dari perusahaan penyedia ICS itu khususnya terkait potensi kredit bermasalah.
Alasannya, lanjut dia, ISC tersebut hanya memberikan informasi tambahan atau informasi yang berguna terkait riwayat kredit dari calon debitur kepada lembaga keuangan.
“Jadi memberikan tambahan keyakinan atau tidak bagi lembaga keuangan. Kalau dia memberikan manfaat tentu (kerja sama) akan diperpanjang, kalau tidak, tentu tidak diperpanjang,” ucapnya.
Di sisi lain, regulator ini tidak memiliki target tambahan penyedia penilaian kredit inovatif/alternatif.
Namun, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), pihaknya akan memperkuat ICS.
“Kami berusaha untuk meningkatkan statusnya karena UU P2SK ini ada beberapa kewenangan tambahan diberikan kepada OJK dan dengan sendirinya akan menjadi modal besar yang lebih cepat untuk ICS,” imbuhnya.
Keberadaan ICS diharapkan membantu lembaga keuangan memberikan akses pembiayaan kepada debitur melalui analisis penilaian kredit lebih baru menggunakan sumber data alternatif untuk menilai kelayakan kredit.
Ada pun sumber baru penilaian kredit di antaranya aktivitas calon debitur di media sosial, transaksi daring dan penggunaan telepon seluler.
Sebelum ICS, ada juga Biro Kredit Konvensional yang menyediakan laporan dan penilaian kredit berdasarkan data kredit tradisional, seperti riwayat pembayaran pinjaman dan utang yang belum lunas.