Denpasar (ANTARA) - Gawai dan konser merupakan dua kata yang biasanya tidak terpisahkan, terutama saat penonton ingin mengabadikan aksi band/musikus pujaannya yang tampil secara langsung.
Namun, kebiasaan itu diputus oleh The Aristocrats, yang pada rangkaian tur Asia (The Defrost Tour Asia 2023) di Dharma Negara Alaya, Denpasar, Bali, Rabu (15-2) malam, melarang penonton mengangkat gawai untuk merekam pertunjukan, kecuali pada aksi penutup grup musik itu..
Mcast Pregine Showbiz, promotor yang berhasil memboyong The Aristocrats ke Pulau Dewata, menjelaskan aturan tanpa gawai itu diminta langsung oleh band yang digawangi gitaris Guthrie Govan, bassist Bryan Beller, dan drummer Marco Minneman.
“Mereka tidak ingin saat tampil, penonton lebih fokus pada gawainya,” kata pemilik Mcast Pregine Showbiz Agung Bagus Mantra saat ditemui pada sela-sela pertunjukan.
Keinginan pihak band itu pun disambut baik oleh ratusan penonton yang memenuhi hampir seluruh kursi di auditorium Dharma Negara Alaya. Sepanjang pertunjukan selama kurang lebih 2 jam, penonton fokus menikmati 12 lagu fusi rock instrumental dari The Aristocrats, yang beberapa di antaranya merupakan lagu-lagu yang tidak ada dalam album.
Tidak hanya menikmati lengkingan gitar Guthrie, petikan bas Bryan, dan entakan drum Marco, penggemar The Aristocrats juga memanfaatkan kesempatan berinteraksi langsung dengan musisi pujaan mereka. Pasalnya, trio musisi rock dunia itu sesekali melempar pertanyaan ke para penggemar dan membagi kisah terciptanya lagu-lagu yang mereka tampilkan di Pulau Dewata.
Guthrie, Bryan, dan Marco, yang tampil di atas panggung berlatar ornamen bangunan Bali, membuka rangkaian tur Asia mereka di Pulau Dewata dengan menampilkan cover “Satisfaction” dari Devo.
Usai melemaskan jari-jari dengan lagu pembuka itu, Bryan menyapa para penggemar yang tidak hanya berasal dari Bali, tetapi ada juga dari Jakarta, dengan Bahasa Indonesia.
Puas berinteraksi dengan penonton, Bryan memberi aba-aba untuk lagu kedua “D-Grade Fuck Movie Jam” dari album “You Know What…?” yang rilis pada 2019.
Berlanjut ke lagu ketiga, Bryan pun mengundang drummer, Marco Minneman, untuk menceritakan lagu barunya berjudul “Hey, Where’s ‘My’ Drink Package?”.
Marco pun menyapa para penggemar The Aristocrats dengan Bahasa Indonesia yang lumayan fasih.
“Selamat malam. Apa kabar? Saya sangat senang tampil di sini. Terima kasih, suksma,” kata Marco yang menyelipkan satu kata Bahasa Bali.
Tidak hanya itu, ia lanjut menghibur para penggemarnya di Pulau Dewata dengan menyanyikan lagu anak-anak berbahasa Bali: meong-meong alih je bikule, bikul gede-gede, buin mokoh-mokoh, kereng pesan ngerusuhin.
Usai menyanyi, Marco bercerita sedikit tentang lagu barunya itu. Ia mengaku “Hey, Where’s ‘My’ Drink Package?” menjadi salah satu instrumen tersulit yang dia ciptakan dan mainkan.
“Semoga kalian menikmati!” kata Marco yang langsung menggebuk snare drum.
Berlanjut ke lagu keempat, “Terrible Lizard”, dan lagu kelima “Bad Asteroid”, Guthrie mengambil alih mikrofon dan ikut bercakap-cakap dengan penonton. Ia bercerita dua lagu itu terinspirasi dari kesukaannya pada dinosaurus, spesies yang diyakini punah salah satunya karena asteroid raksasa yang menghantam Bumi.
“Saya ingat sewaktu kecil mengetahui mereka (dinosaurus) punah karena asteroid membuat saya sedih. Oleh karena itu, saya membuat Bad Asteroid,” kata Guthrie.
Lagu instrumental berikutnya “The Ballad of Bonnie and Clyde”. Bryan bercerita instrumen itu tercipta saat alat-alat musik miliknya dicuri.
“Pencurinya tertangkap oleh polisi, tetapi tidak ada alat yang kembali. Begitulah hidup,” kata Bryan.
Lagu berikutnya, penampilan solo drum dari Marco membawakan “Aristoclub”. Guthrie dan Bryan tidak ikut bermain, keduanya memilih bersama-sama penonton menikmati aksi solo Marco.
Bryan menyampaikan “Aristoclub” merupakan salah satu lagu baru dari The Aristocrats, yang terinspirasi dari lagu-lagu dance 1990-an.
Kemudian, trio gitaris, drummer, dan bassist itu lanjut memainkan “Through the Flower” dari album The Aristocrats with Primuz Chamber Orchestra yang rilis pada 2022, “Ohhhh Nooooo” juga dari album yang sama, “Furtive Jack” dari album The Aristocrats (2011), dan “Last Orders” dari album You Know What…? (2019).
“Last Orders” sempat menjadi aksi penutup The Aristocrats di Bali, tetapi para penonton meminta encore, dan kompak berteriak: “We want more!”
Lampu yang tadinya mulai menyala pun kembali redup. The Aristocrats menutup aksinya di Pulau Dewata dengan “Blues Fuckers”.
Pada lagu pengujung itu, penonton mulai beranjak dari kursi dan mendekat ke panggung. Tak ketinggalan, mereka pun mengeluarkan gawai yang hampir sepanjang waktu konser tersimpan di tas/saku. Ratusan penonton itu pun menyempatkan diri merekam aksi terakhir band pujaan mereka, yang hari ini (16-2) meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan tur Asia-nya ke Mumbai, India.
Kesempatan langka
Konser The Aristocrats di Bali, yang juga pertama di Indonesia, menjadi kesempatan langka bagi para penggemarnya di Tanah Air, mengingat band itu lebih sering tampil di Eropa dan Amerika Serikat.
Indonesia menjadi tujuan keenam The Aristocrats dalam rangkaian The Defrost Tour Asia 2023, setelah mereka berkeliling ke beberapa kota di Jepang seperti Osaka pada 6 Februari, Nagoya (7-2), dan Kawasaki (9-2), berlanjut ke Hong Kong (11-2), dan Singapura (13-2).
Selepas dari Denpasar, Indonesia, The Aristocrats melanjutkan tur ke beberapa tempat di India, yaitu Mumbai (17-2), Bangalore (18-2), New Delhi (19-2), Hyderabad (23-2), Guwahati (25-2), dan Kolkata (26-2), kemudian mereka lanjut terbang ke Taipei, Taiwan (1-3), dan menutup rangkaian tur di Hanoi, Vietnam (3-3).
“Kami merasa senang dan bersyukur dapat memainkan perpaduan unik musik kami untuk penonton Asia. Dari tempat yang kami kenal baik seperti Jepang, pertunjukan pertama kami di Indonesia dan Singapura, hingga perjalanan kedua melintasi India, serta kunjungan kembali ke Hong Kong, Taiwan, dan Vietnam. Sungguh menakjubkan, dan tidak peduli semakin liar dan eksperimentalnya musik yang kami sajikan, semua dapat menikmati. Bahasa musik memang universal,” kata The Aristocrats dalam laman resmi band.
Bagi Agung Bagus Mantra sebagai promotor, tidak mudah mengundang The Aristocrats untuk tampil di Indonesia, lebih khusus lagi Bali, dalam rangkaian tur Asia. Alur yang panjang dan syarat-syarat yang rumit telah dilewati Agung Bagus Mantra demi menunjukkan keseriusannya mengundang The Aristocrats manggung di Pulau Dewata.
“Dari Jakarta, Surabaya juga ada yang mengajukan, tetapi akhirnya Bali yang terpilih. Bersyukur mereka memilih kita di Bali sebagai salah satu destinasi Tour Defrost Asia mereka,” kata Agung Bagus Mantra.
Konser ini tidak seperti pertunjukan musik pada umumnya yang ramai dengan penonton. Menurut dia, konser The Aristocrats di Bali memang diperuntukkan untuk para penikmat, dan juga master class bagi para musikus.
“Pada setiap konsernya, banyak musikus lain yang sengaja menonton karena para master ini sangat piawai membagikan ilmunya di atas panggung lewat komposisi-komposisi mereka,” kata Agung Bagus Mantra.
Di Dharma Negara Alaya, beberapa musikus dan promotor musik dari berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, dan tentunya Bali, terlihat mengisi kursi penonton. Dewa Budjana, gitaris dan pencipta lagu, juga ikut menikmati aksi The Aristocrats di Bali secara langsung.
Agung Bagus Mantra menyampaikan pihaknya juga memberi harga tiket khusus yang lebih murah dari harga normal untuk mereka dari sekolah musik. “Harga normalnya Rp125.000,” kata dia.
Akan tetapi, profit memang bukan jadi tujuan pihak promotor saat memboyong The Aristocrats ke Bali. Buat Agung Bagus Mantra, kehadiran band itu selain untuk kepuasan dirinya yang juga menikmati lagu-lagu instrumental The Aristocrats, juga menjadi pembuka jalan bagi Mcast Pregine Showbiz untuk mengundang band-band dunia lainnya ke Pulau Dewata.
“Mimpi kami menjadikan Bali sebagai salah satu destinasi pertunjukan musik dunia, yang memang dimotori langsung oleh kami, dan teman-teman di Bali. Kami berharap persembahan konser kali ini dapat menjadi profiling, dan showcase untuk memperkuat fondasi dan tim kami ke depannya,” kata dia.