Jakarta (ANTARA) - Kekayaan seni, budaya, dan adat istiadat bangsa Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Keberagamannya telah menakjubkan dunia.
Ada lebih dari 600 bahasa lokal, lebih dari 17 ribu pulau, multi-etnisnya suku, serta alamnya yang memesona, menjadi warna kekhasan Indonesia. Maka tidak berlebihan jika dikatakan Indonesia memiliki potensi sebagai tujuan wisata kelas dunia.
Namun pandemi COVID-19 sejak dua tahun lalu telah memorakporandakan industri pariwisata Tanah Air. Akibatnya, hampir semua objek wisata ditutup.
Padahal industri ini merupakan sektor ekonomi yang menyertakan sektor-sektor usaha lain, seperti transportasi, kuliner, akomodasi, budaya lokal, pertunjukan seni, aktivitas penduduk, suvenir dan keramahan penduduk, yang semuanya adalah sertaan dalam industri kepariwisataan.
Setelah dua tahun lebih didera pandemi, saatnya bangsa ini menata kembali industri kepariwisataan. Bangkit dari bayang-bayang traumatis tentang pandemi COVID-19, ini mestinya harus segera dilakukan tanpa mengabaikan kewaspadaan terhadapnya.
Sementara bangsa ini melihat konstelasi yang berkembang dan berubah terhadap cara-cara bangsa mempresentasikan diri.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pernah mengatakan bahwa dunia telah mengalami perubahan. Menurutnya, Prancis sebagai garda terdepan yang menjaga budaya Eropa dan Barat, telah keliru dalam memahami diri sebagai bangsa. Karenanya, Eropa dan sekutunya mesti menghadapi kemerosotan dominasi budaya ke depannya, di tengah berkembangnya dominasi budaya timur.
Presentasi Indonesia sebagai bangsa merupakan poin krusial karena diperlukan untuk menegaskan posisi dan diferensiasi. Otensifikasi Indonesia dalam kancah dan pergaulan dunia, jauh lebih penting dibandingkan mempresentasikan diri pada yang bukan khas Indonesia.
Seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo sendiri, persaingan Indonesia di kancah dunia, bukan persaingan dalam teknologi. Sebab, dengan teknologi bangsa ini bisa jadi tertinggal beberapa langkah, namun untuk persaingan yang menjadi khas Indonesia mencakup filosofi, budaya dan nilai, boleh jadi tak ada duanya.
Contoh Sirkuit Mandalika tentu bukan sekadar sirkuitnya, melainkan bagaimana Indonesia dipresentasikan di dalamnya. Secanggih apa pun sirkuit itu dibangun, ia tetap sirkuit, di negara manapun juga ada.
Tetapi sirkuit Mandalika hadir karena mempresentasikan budaya dan cara orang Indonesia. Hal inilah yang menjadi distingsi bangsa ini, sebab itu yang tidak ada di negara lain serta mencerminkan otensitas Indonesia sekaligus seluruh strategi pemasaran dan promosi semestinya bertumpu pada otensitas.
Sirkuit Formula E di Jakarta, bukan pula sirkuitnya, melainkan Jakarta dan Indonesia dipresentasikan di sana. Jadi, semestinya tidak ada pengembangan infrastruktur yang dilakukan, melainkan berpijak pada filosofi, nilai, budaya, dan seni-desain ala Indonesia.
Candi Borobudur, Danau Toba, Raja Ampat, Pulau Komodo, dan masih terlalu banyak disebutkan, terkait tempat dan lanskap pemandangan alam yang memesona lainnya. Belum dari dari fesyen, kuliner, seni, musik, cara khas hidup penduduknya, kerukunan dan indeks kebahagiaannya.
Semua memiliki daya tarik. Tetapi apapun daya tariknya, jika tidak dikomunikasikan, ia hanyalah artefak-artefak yang hampa bagi orang lain. Untuk itu, saatnya bangsa ini menghidupkan Indonesia dengan mempresentasikan kepada dunia, tentang cara dan hidup kita sebagai orang Indonesia.
Baca juga: Gubernur Bali tekankan pelestarian budaya lokal
Panggung Teatrikal
Penciptaan dan pengelolaan narasi sebagai pendekatan dan strategi komunikasi pemasaran yang patut dilirik dengan pelibatan para event organizer (EO) agar memadukan antara pertunjukan, life experience dan entertainment.
Di panggung teatrikal itu, Indonesia adalah aktor utama dalam rangka mencari dan mendapatkan citra utama.
Ada fantasi dan ekspektasi yang selalu disinkronkan dengan otensitas ke-Indonesia-an. Mereka yang memenangkan adalah mereka yang berhasil menciptakan fantasi dan memenuhi ekspektasi, yang pada akhirnya mereka terkesan, betah dan jika mereka kembali ke negaranya, memiliki keinginan untuk kembali.
Kemampuan diri sebagai aktor adalah menciptakan peristiwa dan pertunjukan.
Keramaian dan kesuksesannya ditentukan oleh partisipasi dan perhatian terhadap peristiwa dan pertunjukannya.
Sedangkan pada level diplomasi antarnegara, ditunjukkan melalui kemampuan dalam turut mengambil peran penting dan menjadikan Indonesia sebagai leader, host dan pemegang kendali.
Sebab dengan cara semacam itu, Indonesia memiliki kesempatan yang luas dan terencana dalam mempresentasikan diri.
Kesinambungan industri kepariwisataan sedikit banyak ditentukan oleh cara-cara Indonesia mempresentasikan diri. Kesinambungan ini terikat oleh daya kreatif dan imajinasi. Semua potensi sudah ada di sini. Distingsi dan diferensiasi nyata terlihat.
Karena itu berbenah dan mengorientasikan kembali adalah menjadi persyaratan jika bangsa ini ingin membawa Indonesia ke dalam hati para wisatawan mancanegara.
Bangsa ini memiliki momen penting di tahun ini dalam kedudukan Indonesia sebagai Presidency G20 Tahun 2022.
Di tengah perang Rusia-Ukraina, bayang-bayang krisis pangan, energi dan keuangan di dunia serta kedatangan para delegasi negara-negara di berbagai objek super prioritas Tanah Air, Indonesia dituntut mampu sebagai aktor utama yang sukses dalam membangun narasi.
Aktor yang memainkan semua lini panggung teatrikalnya untuk menciptakan impresi kepada dunia.
Pertama, Indonesia mampu mengambil peran penting bagi upaya menciptakan perdamaian dunia dan memberi andil bagi tatanan dunia baru yang lebih adil dan bersahabat.
Kedua, mengambil peran penting bagi kesepakatan-kesepakatan dan kerja sama-kerja sama ekonomi yang menyejahterakan, kepedulian terhadap green policy, dan kemanusiaan.
Dalam capaian-capaian semacam itu (dari pertemuan pada level working group) dan saat ini sudah sampai tingkat ministry meeting, menunjukkan bahwa Indonesia mampu menyajikan nuansa dan kehangatan yang otentik khas mencerminkan keramahan orang-orang Indonesia.
Panggung teatrikal ini ada di tempat bangsa ini dan Indonesia sebagai aktor utamanya, maka dari itu serangkaian peristiwa G20 dengan berbagai keindahan lokasi kegiatannya merupakan momentum yang sangat penting untuk mendefinisikan dan mempresentasikan ke-Indonesia-an bagi bangsa ini.
Mari bekerja, mari berbenah dan tinggalkan trauma pandemi COVID-19 dengan kejujuran, keberanian, dan optimisme. Sukses Presidensi G20 adalah sukses wisata Indonesia.
*) Widodo Muktiyo adalah Guru Besar Ilmu Komunikasi UNS dan Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: G20: Narasi Budaya Wisata dan Pesona Indonesia