Denpasar (ANTARA) - Indonesia Bisa. Itulah "kata kunci" dari nasionalisme yang diwariskan para pendiri negeri ini dari generasi ke generasi.
Buktinya, selama Agustus 2021 menjelang HUT Ke-76 RI pun tercatat "kado manis" yang dipersembahkan putra putri republik ini dari bidang olah raga dan perfilman.
Dari cabang olahraga bulu tangkis, pasangan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan tunggal putra Anthony Ginting mampu menorehkan catatan manis di Olimpiade Tokyo 2020.
Lewat perjuangan pasangan ganda putri yang mampu menaklukkan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan asal China di partai final, mereka sukses mempersembahkan medali emas bagi Indonesia. Sementara itu, tunggal putra Anthony Ginting meraih medali perunggu.
Secara "head to head", pasangan Chen/Jia dari Negeri Tirai Bambu itu sebetulnya lebih unggul karena mereka merupakan pasangan nomor dua dunia, sedangkan Greysia/Apriyani berada di urutan keenam.
Kedua pasangan itu terakhir kali bertemu di turnamen BWF World Tour Finals 2019. Laga tersebut dimenangkan oleh Chen/Jia. Chen/Jia juga unggul dengan agregat 6-3 dari total sembilan pertemuan mereka dengan Greysia/Apriyani.
Oleh karena itu, Greysia/Apriyani mengaku masih tidak menyangka mereka bisa keluar sebagai juara dan mempersembahkan medali emas untuk Indonesia dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020.
Mereka tidak hanya menjadi penyumbang emas pertama bagi tim Merah Putih di Olimpiade Tokyo, tetapi juga tercatat sebagai ganda putri pertama yang meraih medali emas di ajang Olimpiade.
"Sejujurnya saya masih tak menyangka bisa menjadi juara Olimpiade. Kami hanya mencoba menang poin demi poin. Tapi kami juga memang ingin sekali membuat sejarah bagi bulu tangkis Indonesia," kata Greysia, dalam keterangan resmi Komite Olimpiade Indonesia (KOI), 2 Agustus 2021.
Tidak hanya itu, Indonesia juga sukses mengamankan medali kedua dari cabang olahraga bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020 setelah Anthony Sinisuka Ginting memenangi laga penentuan perunggu melawan Kevin Cordon dari Guatemala di Musashino Forest Sport Plaza, 2 Agustus 2021.
Dari dunia seni juga ada catatan manis dengan adanya Film Indonesia berjudul "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" atau "Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash" (2020) yang mencetak "sejarah" dalam festival bergengsi Eropa.
Film garapan Edwin itu berhasil membawa pulang Golden Leopard, hadiah utama dari sesi kompetisi internasional (Concorso Internazionale) yang diadakan oleh Locarno International Film Festival 2021.
Dikutip dari keterangan resmi pada Minggu (15/8), penghargaan ini merupakan catatan spesial karena Edwin merupakan orang Indonesia pertama yang memenangkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi yang pernah dimenangkan oleh sutradara kaliber dunia seperti Stanley Kubrick, Mike Leigh, Jafar Panahi, dan Jim Jarmusch.
Selain itu, dalam lima tahun terakhir, baru kali ini film panjang Indonesia memenangkan hadiah utama di festival bergengsi Eropa.
"Penghargaan Golden Leopard ini semacam vaksin, 'booster' (penguat), atau vitamin yang diharapkan mampu menguatkan kembali film Indonesia dan segenap jiwa raga pecinta film Indonesia di manapun mereka berada," kata Edwin.
Diputar empat kali di Locarno International Film Festival 2021, film yang diadaptasi dari novel Eka Kurniawan dengan dibintangi oleh Marthino Lio (berperan sebagai Ajo Kawir), Ladya Cheryl (Iteung), Reza Rahadian (Budi Baik), Ratu Felisha (Jelita), dan Sal Priadi (Tokek) itu, disambut meriah oleh para penonton dan kritikus internasional.
Locarno Film Festival merupakan ajang film tahunan yang digelar setiap Agustus di Locarno, Swiss. Tahun ini adalah edisi ke-74 sejak didirikan pertama tahun 1946, menjadikannya salah satu festival film tertua di dunia. Terakhir kali pada 2019, film sutradara veteran Pedro Costa "Vitalina Varela" memenangkan Golden Leopard dalam gelaran bergengsi ini.
Berikutnya, film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" akan berpartisipasi pula di program Contemporary World Cinema, Toronto International Film Festival 2021. Di industri film Amerika, festival ini dianggap sebagai salah satu tolak ukur sebuah film untuk mendapatkan Oscar. Tahun ini, festival film bergengsi tersebut akan berlangsung pada 9-18 September 2021.
"Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" sendiri merupakan kerja sama antara Indonesia, Singapura, dan Jerman. Film ini juga mendapatkan Program Pendukungan Film Indonesia untuk Distribusi Internasional dari Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
"Merdeka" dari COVID-19
Setelah "bisa" dalam Olimpiade Tokyo 2020 dan Locarno International Film Festival 2021, tentu "merdeka" dari COVID-19 juga "bisa" dipersembahkan oleh generasi terbaik dari bangsa ini dalam bidang kesehatan.
Dalam penanganan virus COVID-19 yang mulai datang ke negeri ini sejak Maret 2020 atau telah berlangsung 1,5 tahun itu, tentu tidak ada salahnya bila belajar dari negara lain dalam penanganan COVID-19, terutama strategi yang ditempuh setiap negara dalam menaklukkan virus COVID-19.
Belajar dari negara lain dalam penanganan COVID-19 itu, antara lain dapat disimak dalam "Webinar Internasional" bertajuk "Merdeka dari COVID-19, Merdeka Berorganisasi" yang diadakan kalangan pelajar dan mahasiswa dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) "Metropolis" yang meliputi IPNU Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan Jombang (Jatim) secara daring, Minggu (15/8).
Webinar itu melibatkan alumni IPNU-IPPNU yang sedang menempuh studi di negara lain, yakni Nik Farid Faezuddin (Putra Pangeran Kerajaan Kelantan Malaysia dan Alumni IPNU Jombang yang sedang studi Magister di Mesir); Miftakhul Jannatin, S.Si., M.Si., (Alumni IPPNU Sidoarjo yang sedang menempuh Ph.D Student di National Yang Ming Chiao Tung University, Taiwan); dan Dr. Ayunda Dewi Jayanti (Dosen dan Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya, Malang, Jatim).
"Tidak ada negara di dunia yang benar-benar 'merdeka' dari COVID-19, karena 215 negara sudah terpapar dan ada 10 jenis pekerjaan yang hilang akibat virus yang membatasi gerak orang itu, namun ada 100-an jenis pekerjaan yang baru muncul dan mayoritas terkait dengan dunia digital. Ini menuntut peran IPNU-IPPNU," kata Ketua PW IPNU Jatim Choirul Mubtadi'in.
Dalam webinar yang dibuka Sekda Provinsi Jatim DR Ir Heru Tjahjono MM itu, Nik Farid Faezuddin (Putra Pangeran Kerajaan Kelantan Malaysia) yang sedang studi Magister di Mesir dan Miftakhul Jannatin yang sedang menempuh Ph.D Student di National Yang Ming Chiao Tung University, Taiwan, agaknya menyebutkan solusi berbasis teknologi yang dilakukan Malaysia dan Taiwan dalam menaklukkan COVID-19.
"Selain melacak perkembangan COVID-19 seperti yang dilakukan Indonesia dengan PPKM dalam beberapa level, Pemerintah Malaysia juga mengembangkan aplikasi mysejahtera untuk pemantauan pergerakan masyarakat secara langsung oleh Kerajaan, sekaligus menjadi semacam 'scanner' untuk masuk area publik seperti toko," kata alumni IPNU Jombang itu.
Namun, ia juga mengaku kaget saat menempuh studi di Mesir yang justru bebas seolah tidak ada COVID-19.
"Kalau di Malaysia, kasus COVID-19 itu melonjak setelah ada pemilu di Sabah, maka di Mesir justru sudah menurun saat saya datang ke Mesir. Hanya di tempat ibadah saja yang mensyaratkan pakai masker, tapi di area publik lain sudah tidak ada kewajiban itu," katanya.
Solusi berbasis teknologi juga dilakukan Taiwan dalam menaklukkan COVID-19. Mantan Wakil Sekretaris IPPNU Sidoarjo 2016-2018 Miftakhul Jannatin yang kini menempuh Ph.D Student di National Yang Ming Chiao Tung University, Taiwan, menyatakan area publik di Taiwan dilengkapi dengan "barcode" untuk pengunjung, seperti toko atau mal, stasiun atau terminal, dan sebagainya.
"Saat mewajibkan vaksinasi dan masker, pemerintah Taiwan juga mengawalinya dengan sosialisasi berbasis sains, sehingga masyarakat patuh. Kalau anda melindungi diri sendiri, maka anda juga melindungi orang lain dan mencegah penularan," katanya dalam diskusi yang dipandu alumni IPPNU dan Duta Ning Sidoarjo 2017, Alimatun Fadhilatus Naini, S.Pd.
Selain itu, pemerintah menerapkan sanksi denda yang nilainya puluhan hingga ratusan juta, sehingga orang berpikir ulang kalau melanggar, misalnya makan di warung dengan jumlah pengunjung melebihi batas akan didenda Rp150 juta atau warungnya ditutup.
"Orang asing pun ada negara-negara tertentu yang dilarang masuk," katanya.
Sementara itu, Dosen dan Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya, Malang, Jatim Dr. Ayunda Dewi Jayanti menegaskan bahwa tingginya kasus COVID-19 di Indonesia itu selalu bersamaan dengan tingginya pengetesan atau pelacakan dan juga bersamaan datangnya varian baru pada 7 Juni 2021 yang bermula dari Bangkalan (Jatim) dan Kudus (Jateng).
"Itu ada kaitannya dengan kedatangan pekerja migran saat terjadi varian baru," katanya.
Namun, kapan virus dan varian barunya itu berhenti memapar, tentu tidak ada yang tahu, karena itu IPNU-IPPNU harus "merdeka" dari COVID-19 dengan melakukan adaptasi secara teknologi seperti webinar internasional itu, dan juga hidup berdampingan dengan COVID-19 melalui protokol kesehatan yang ketat serta menjaga imun.
Pandangan dosen Unibraw itu agaknya tidak berbeda dengan pandangan Sekda Provinsi Jatim DR Ir Heru Tjahjono MM saat membuka webinar internasional itu.
"Solusi yang ditempuh Pemprov Jatim menangani COVID-19 adalah PPKM berlevel, vaksinasi, menerapkan isolasi terpadu untuk isoman, dan protokol kesehatan yang ketat. IPNU dapat berperan dalam kampanye atau sosialisasi terkait solusi yang dilakukan Pemprov Jatim itu," katanya.
Ya, pemerintah telah menangani COVID-19 dengan PPKM berlevel, vaksinasi, menerapkan isolasi terpadu untuk isoman, dan protokol kesehatan yang ketat.
Namun, agar Indonesia bisa "merdeka" dari COVID-19 pada HUT Ke-76 Kemerdekaan RI, maka bisa saja meniru solusi penanganan berbasis teknologi (digitalisasi), penerapan protokol kesehatan dengan ketat dan denda. Apalagi varian baru tidak dapat dianggap ringan dan cepat sirna.