Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan akibat lonjakan kasus positif COVID-19, daerah setempat kini kondisinya mengalami krisis atau kekurangan oksigen hingga mencapai lebih dari 70 ton dalam sehari.
"Kita sudah mulai mengalami kekurangan oksigen itu sejak 14 Juli dan semakin hari kondisinya semakin kritis karena adanya lonjakan kasus baru," kata Suarjaya di Denpasar, Jumat.
Suarjaya menyampaikan hal itu dalam acara penyerapan aspirasi secara virtual yang dilaksanakan oleh anggota DPD Made Mangku Pastika bertajuk "Perkembangan Pandemi COVID-19: Sinergi Menghadapi Tantangan dan Upaya Pemulihannya" itu.
Dia mengemukakan, pada 14 Juli itu dari kebutuhan oksigen cair di berbagai rumah sakit di Bali sebesar 104,34 ton (72.962.526 liter), saat itu oksigen yang tersedia di RS sebesar 99,62 ton (69.666.728 liter).
Baca juga: Polda Bali amankan distribusi 1.257 tabung dan 71 ton O2 medis cair
Kebutuhan oksigen sempat menurun pada 15 Juli menjadi 91,11 ton, namun tetap saja RS kekurangan oksigen karena ketersediaannya sebesar 87,66 ton.
Selanjutnya pada 16 Juli dari kebutuhan 139,59 ton, yang tersedia di RS sebanyak 77,03 ton. Bahkan pada 21 Juli, dari kebutuhan oksigen sebanyak 131,92 ton, yang tersedia hanya 45,50 ton, atau artinya kekurangan hingga 86,42 ton.
Sedangkan pada 22 Juli, ia menjelaskan, dari kebutuhan 113,34 ton, ketersediaan di RS hanya sebanyak 40,55 ton, atau dengan kata lain kekurangan oksigen sebesar 72,79 ton.
"Bali sudah sangat krisis oksigen, sedangkan jumlah kasus positif terus naik. Penambahan kasus harian dalam beberapa hari terakhir sudah di atas 1.000. Kemarin 1.250 dan hari ini 1.407 kasus," ucap Suarjaya.
Suarjaya menambahkan, dari pihak PT Samator, selaku penyedia oksigen sebelumnya menjamin kebutuhan oksigen untuk Bali aman hingga tiga bulan ke depan. Namun, di tengah tingginya kebutuhan oksigen karena lonjakan kasus di Pulau Jawa, pasokan untuk Bali pun akhirnya terkendala.
"Sebelum kasus melonjak, dengan mendapat suplai sebanyak 10 ton itu sudah cukup dapat memenuhi kebutuhan seluruh RS di Bali selama 2-3 hari. Namun, kini sejak di pabriknya saja, oksigen sudah menjadi rebutan dan terkadang jatah untuk Bali itu di tengah perjalanan dibalikkan ke tempat lain," ucap Suarjaya.
Baca juga: Kereta Api gratiskan angkutan oksigen guna penanganan COVID-19
Akibat kelangkaan oksigen, hampir setiap saat dia mendapatkan telepon dari pimpinan RS yang meminta bantuan oksigen. Bahkan pada Kamis (22/7) stok oksigen di RSUD Bali Mandara benar-benar habis, padahal tengah merawat 116 pasien dan UGD juga penuh.
Pertolongan sementara diupayakan dengan mencari-cari dari RS yang masih memiliki stok, melakukan sejumlah penghematan dengan menunda tindakan yang kurang mendesak dan tidak mengancam jiwa, serta mengecek saluran instalasi oksigen jangan sampai ada yang bocor.
Terkait kondisi defisit oksigen yang dihadapi Bali, pihaknya telah berupaya maksimal berkomunikasi dengan Kementerian Kesehatan. Rencananya akan mendapat bantuan oksigen dari Morowali, Sulawesi Tengah sebesar 40 ton. Kemudian dari Cilegon akan dikirimkan sebesar 50 ton.
Selain itu, Bali juga mendapat bantuan 64 oksigen konsentrator dari Kemenkes yang dapat langsung memproduksi oksigen. Namun, oksigen konsentrator ini, satu alat hanya untuk satu orang.
"Situasi yang terjadi sekarang ini sangat menegangkan karena Bali sangat krisis oksigen dan tentu harus segera mendapatkan solusi," ucap Suarjaya.