Buenos Aires (ANTARA) - Bagi pengacara Lidia Alverisi, pandemi COVID-19 Argentina telah menelan korban yang hampir tak tertahankan.
"Kami semua kehilangan seseorang, seseorang yang kami kenal baik," katanya kepada Reuters. "Dalam kasus saya, ada teman yang sudah saya kenal selama 40 tahun yang hilang hanya dalam 10 hari."
Negara Amerika Selatan itu dilanda gelombang kedua virus yang dimulai pada pertengahan Februari dan mendorong rumah sakit mendekati titik jenuh dan warganya putus asa.
Pada Jumat (4/6) malam, Argentina telah mengonfirmasi 80.411 kematian di antara 45 juta warganya akibat penyakit itu dan total ada 3,9 juta kasus yang tercatat.
Saat ini, Argentina menempati peringkat ketiga tertinggi di dunia untuk kasus rata-rata harian, dengan lebih banyak total kasus per kapita yang tercatat daripada Brazil.
Pemerintah telah berjuang untuk menemukan keseimbangan antara penguncian dan menjaga ekonomi yang sudah terpukul terus berjalan, serta mendorong gerakan vaksinasi yang lambat untuk dimulai.
Kalangan petugas medis mengatakan tidak akan berhasil menurunkan tingkat infeksi selama beberapa bulan.
"Saya pikir kematian bisa dihindari jika pemerintah lebih fokus pada vaksin dan jika orang lebih menghormati penguncian," kata mahasiswa bernama Martina Dawin, yang berusia 17 tahun.
Namun yang lain, berpikir bahwa prioritas pemerintah seharusnya melindungi orang dari kesulitan ekonomi yang lebih besar setelah tiga tahun berturut-turut mengalami resesi.
Diego Peralta mengatakan dia telah memilih Presiden sayap kiri Argentina Alberto Fernandez tetapi kehilangan kepercayaan karena penguncian yang diperpanjang.
"Saya merasa tidak enak melihat warga sesama saya mengalami masa-masa sulit, tetapi COVID-19 adalah yang kedua ketika kita tidak bisa memberi makan anak," katanya.
Argentina menginokulasi warganya terhadap COVID-19 dengan vaksin Sputnik V Rusia, juga AstraZeneca --yang dikembangkan bersama Universitas Oxford, dan vaksin Sinopharm buatan China.
Sejak gerakan vaksinasi dimulai pada Malam Natal tahun lalu, negara itu telah melakukan 13,4 juta inokulasi, meskipun hanya sekitar tiga juta orang yang menerima dosis ganda secara penuh.
Menteri Kesehatan Argentina Carla Vizzotti bersikeras bahwa meskipun jumlah kematian tetap mengkhawatirkan, penurunan jumlah kematian terjadi terhadap mereka yang berusia lebih dari 60 tahun --yang menerima vaksin pertama-- merupakan tanda bahwa negara itu sedang berjalan ke arah yang benar.
Spesialis penyakit menular Dr. Roberto Debbag mengatakan masih ada jalan yang harus ditempuh.
"Kita akan memiliki angka tinggi atau sedang-tinggi sampai lebih dari 30 atau 40 persen populasi telah divaksinasi dengan dua dosis," katanya.
"Saya tidak berpikir itu akan terjadi dalam waktu tiga bulan ke depan."
Sumber : Reuters
Dengan lebih dari 80.000 kematian, Argentina berjuang hadapii COVID-19
Sabtu, 5 Juni 2021 14:50 WIB