Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menggandeng kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah untuk menangkal misinformasi (hoaks) tentang vaksin COVID-19.
"Karena vaksin ini menjadi program pemerintah yang tidak boleh gagal, program ini harus berhasil seperti yang dikatakan para ahli untuk mencapai target herd immunity masyarakat, supaya COVID-19 bisa dikendalikan," kata Koordinator Pengendalian Internet Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Anthonius Malau, dalam Diskusi Teknis Penanganan dan Penegakan Hukum Disinformasi/Hoaks COVID-19, Selasa.
Kementerian mengindentifikasi 111 isu hoaks yang tersebar di media sosial. Ke-111 isu hoaks tersebut tersebar di Facebook 471 sebaran, Instagram (9), Twitter (45), YouTube (38) dan TikTok 15. Hoaks tersebut sudah diturunkan oleh Tim AIS Kominfo.
Baca juga: Hoaks, Dahlan Iskan meninggal dunia
Anthonius melihat kecenderungan hoaks soal vaksin COVID-19 meningkat, akan berdampak serius jika tidak ditangani.
Untuk menangani konten hoaks vaksin COVID-19 di media sosial, Kominfo menggandeng berbagai lembaga antara lain kepolisian dan Kementerian Kesehatan.
Kominfo menilai pandangan dari lembaga lain adalah penting untuk mengatasi hoaks soal vaksin ini.
"Dari Polri tadi jelas mengatakan bahwa mereka akan menangani kasus ini sesegera dan secepat mungkin, tapi syaratnya adalah kalau laporan masyarakat harus lengkap supaya cepat dapat ditindaklanjuti," kata Anthonius.
Kementerian Kesehatan, menurut Anthonius, merupakan lembaga yang memahami hal-hal yang berkaitan dengan vaksin COVID-19.
Setelah mendapat informasi yang valid, Kominfo akan memberi label atau stempel pada konten yang diselidiki.
Baca juga: Hoaks, Bupati Pasuruan sakit setelah disuntik vaksin COVID-19
Konten yang sudah dilabeli sebagai kemudian disebarkan ke lembaga lain, termasuk pemerintah daerah untuk disosialisasikan hingga ke masyarakat.
Anthonius melihat peran pemerintah daerah penting untuk menyebarkan klarifikasi soal hoaks kepada masyarakat.
Dalam diskusi tersebut, Kominfo juga mendapatkan masukan untuk menyebarkan klarifikasi hoaks dalam bentuk poster dan ditempel di Puskesmas, agar masyarakat bisa membaca langsung.
Ketika informasi yang valid menjadi konsumsi masyarakat, Kominfo berharap masyarakat bisa menyebarkan lebih luas lagi informasi tersebut sehingga tidak ada lagi orang yang menolak vaksin COVID-19.
Cara tangkal
Sementara itu, Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memberikan cara untuk menangkal misinformasi (hoax) terkait vaksinasi COVID-19.
Co-Founder & Fact-Check Specialist MAFINDO/Siberkreasi, Aribowo Sasmito, mengungkapkan saat ini sudah mulai terjadi infodemik, yakni informasi berlimpah terkait vaksinasi, termasuk upaya disengaja untuk memajukan agenda setting suatu kelompok.
"Infodemik ini tidak kalah berbahaya dengan pandemik itu sendiri karena banyak terdapat informasi-informasi tidak tepat (hoax) yang dapat menggiring opini publik terhadap vaksinasi, dan semakin parah dapat menggagalkan program vaksinasi yang menjadi solusi penanganan pandemi saat ini," kata Aribowo Sasmito.
Baca juga: Survei: 20-28 persen orang anggap COVID-19 konspirasi dan rekayasa
Hal pertama untuk menangkal misinformasi, menurut Aribowo Sasmito adalah dengan cara menjaga emosi. Emosi sangat mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Setinggi apapun jabatan dan intelektual seseorang, jika menerima informasi dengan emosi maka intelektualitas mereka hilang. Jadi sangat mudah terpengaruh dengan berita yang tidak benar.
Kedua, tidak hanya wartawan atau media yang harus memahami dengan benar apa itu 5W1H (What, Where, When, Why, Who & How - Apa, Dimana, Kapan, Kenapa, Siapa, & Bagaimana), tetapi sebagai masyarakat, sudah saatnya untuk memahami konsep 5W1H ini guna memperoleh informasi yang berimbah dan akurat dan tidak mudah termakan oleh hoax.
Ketiga, perbaiki literasi atau jangan malas membaca setiap informasi yang diterima. Teliti dengan sumber informasinya dan jangan hanya sekedar menyebarkan informasi tanpa menyaring dulu pesan yang ada di dalamnya.
Keempat cek fakta. Jika mendapatkan foto, video atau tautan berita, jangan malas untuk mengecek keaslian foto dan video serta sumber berita tersebut. Kamu bisa bisa menggunakan google atau pencarian gambar dan video untuk memastikan video dan foto yang kamu dapatkan merupakan kejadian yang sebenarnya.
Untuk tautan berita, lihatlah dengan teliti apakan berita tersebut berasal dari media yang benar bukan abal-abal.
Kelima, hati-hati dengan kalimat pembuka yang provokatif. Kalimat pembuka provokatif menjadi salah satu penyebab penyebaran informasi hoax semakin luas di masyarakat. Kata-kata yang marak digunakan adalah "viralkan," "sebarkan," "bagikan" bahkan ada yang menggunakan kata ancaman.
"Saat ini situs resmi COVID-19 dari pemerintah telah memiliki fitur pencarian dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat mengenai vaksinasi dan juga perkembangan kasus COVID-19 di situs tersebut," ujar Aribowo.
Baca juga: Peneliti: Orang tidak akan meninggal karena divaksin COVID-19
"Selain itu saat ini sudah ada fiturs mesin pencari anti hoax untuk mencari hoax yang sudah dibantahkan. Masyarakat juga bisa bertanya di chat bot anti-hoaks MAFINDO dengan menggunakan kata kunci dan kirim ke nomor 085921600500," dia menambahkan.
Masyarakat Indonesia juga bisa mengakses s.id/infovaksin untuk mendapatkan informasi berimbang seputar vaksin, mengecek kebenaran informasi yang beredar serta peraturan terbaru mengenai vaksin dan COVID-19.