Denpasar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali beserta jajaran hingga tingkat terbawah memfokuskan pengawasan terkait dugaan pelanggaran praktik politik uang yang rentan terjadi dalam tahapan Pilkada Serentak 2020.
"Jika praktik politik uang terjadi masif di sejumlah wilayah, bisa berakibat pasangan calon didiskualifikasi, selain itu bisa juga terkena pidana pemilu," kata Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi Bawaslu Bali Ketut Rudia, di Denpasar, Rabu.
Menurut Rudia, mengacu pada UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, jika terbukti melakukan praktik politik uang, sanksi bagi pelakunya cukup berat.
"Sanksi kurungan minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Untuk denda, minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Bahkan jika terjadi secara masif, pasangan calon peserta pilkada bisa didiskualifikasi," ucapnya pada acara rapat sinergitas Bawaslu Bali dengan insan pers tersebut.
Rudia menambahkan, yang termasuk praktik politik uang (money politic) itupun tak hanya dalam bentuk pembagian uang kartal, tetapi bisa juga dalam bentuk pembagian barang hingga bansos dengan tujuan untuk kepentingan politik dalam pilkada.
Secara umum, lanjut Rudia, di enam kabupaten/kota di Bali yang menyelenggarakan Pilkada 2020 (Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Kota Denpasar) memiliki potensi yang sama untuk terjadi dugaan praktik politik uang maupun pelanggaran lainnya.
Hanya saja berdasarkan potret yang dilakukan jajaran Bawaslu Bali, Kabupaten Karangasem yang memiliki potensi terbesar untuk terjadi pelanggaran seperti persoalan netralitas ASN dan perangkat desa hingga pelanggaran terhadap penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
"Kami juga sudah dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa jika terbukti melakukan praktik politik uang itu sanksinya berat," kata pria yang juga mantan Ketua Bawaslu Provinsi Bali itu.
Dalam kesempatan rapat tersebut, Rudia beserta jajaran banyak menggali informasi dari para narasumber dan insan pers terkait cara menulis berita yang menarik untuk dibaca publik.
"Kami juga menginginkan agar berita yang dimuat jajaran kami tidak datar-datar saja sehingga publik tertarik untuk mengetahui kerja-kerja pengawasan dan pencegahan yang telah kami lakukan," ucap Rudia yang mantan jurnalis itu.
Pemimpin Redaksi Harian Nusa Bali I Ketut Naria yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut mengatakan bisa saja kegiatan yang dipandang penting untuk dipublikasikan jajaran Bawaslu, tetapi oleh publik dianggap tidak menarik.
"Seperti halnya terkait peristiwa penurunan baliho, ketika Bawaslu memandang itu penting dan menarik, namun masyarakat melihat berita penurunan baliho sebagai hal yang biasa-biasa saja," ujar Naria.
Oleh karena itu, perlu keahlian dari jurnalis untuk menyampaikan dan mengemas fakta yang ditemukan di lapangan dengan judul dan "lead" yang menarik, sehingga menimbulkan rasa ketertarikan pembaca.
Terlepas dari menarik tidaknya peristiwa, sebagai insan pers tetap harus menyampaikan informasi yang penting diketahui publik. "Contohnya saja tentang kenaikan harga BBM, meskipun berita itu bisa dilihat tidak menarik, tetapi penting untuk diketahui masyarakat," ucapnya.
Bawaslu Bali fokuskan pengawasan dugaan politik uang
Rabu, 11 November 2020 19:11 WIB