Jakarta (ANTARA) - Kalau saja mereka tinggal lama di China, negara berhaluan komunis terbesar di dunia, tentu tujuannya hanya untuk menuntut ilmu.
Tapi, bicara soal kebangsaan, nasionalisme, jangan diragukan lagi. Empat pilar mereka lahap semua, bukan sekadar kisi-kisinya semata.
Para pelajar Indonesia yang bersekolah di China punya cara mengisi Kemerdekaan RI ini dengan mengikuti Lomba Cerdas Cermat Online 2020.
Para peserta lomba tersebut, kebanyakan bukan jurusan ilmu sosial politik. Apalagi tentang wawasan kebangsaan karena memang tidak ada mata kuliah PPKn atau pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan di kampus-kampus perguruan tinggi di China.
Baca juga: DPD RI: P4 perlu masuk kurikulum sekolah
Namun, mereka berani beradu wawasan, argumentasi, bahkan memperdebatkan ayat demi ayat atau pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan MPR-RI, bahkan butir-butir Pancasila dalam lomba cerdas-cermat yang khusus materinya tentang empat pilar kebangsaan tersebut.
Pantang bagi mereka mengaku Pancasilais, tapi tidak memahami falsafahnya.
"Saat ini kristalisasi nilai-nilai kebangsaan di kalangan generasi muda kita sudah mulai luntur. Tapi mereka, para pelajar kita di China, berani membuktikannya bahwa mereka masih memegang teguh prinsip-prinsip kebangsaan," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar RI di Beijing, Yaya Sutarya, saat membuka Lomba Cerdas Cermat Online pada 12 Agustus 2020.
Lomba tersebut bukan sekadar mempertontonkan kemampuan mereka dalam menghafal butir demi butir atau ayat demi ayat, melainkan juga menjadi ajang pembuktian, apakah mereka layak disebut Pancasilais.
"Poin ini sangat penting karena dua tahun yang lalu mereka diisukan disusupi ajaran Komunisme," kata Faqih Ma'arif, anggota dewan juri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sekaligus tim penyusun soal-soal yang diperlombakan dalam cerdas-cermat tersebut.
Ya, dua tahun yang lalu, para pelajar Indonesia di China, resah oleh pemberitaan di sejumlah media massa di Indonesia yang bersumber dari kalangan akademisi di Jawa Tengah bahwa mereka disusupi ajaran Komunisme.
"Melalui lomba ini, mereka menjawab fitnah yang pernah mereka terima itu," kata Prof Sularso dari ASCEE Tiongkok Section yang juga menjadi juri lomba tersebut.
Baca juga: MPR ajak kaum milenial bumikan Pancasila
Dramatis
Para peserta bukan sekadar "ikut-ikutan" meramaikan lomba yang diselenggarakan dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 RI dan Peringatan 70 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-China.
Mereka jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri dengan baik, terutama dalam hal kecepatan dan ketepatan menjawab setiap pertanyaan.
Namun yang lebih penting lagi adalah kemampuan berkoordinasi dan berkomunikasi karena tidak semua regu yang anggotanya berada di satu tempat yang sama karena lomba tersebut digelar secara daring pada 12, 13, dan 17 Agustus 2020.
Regu Badak Sakti, tiga anggotanya terpencar, ada yang di Jawa, Kalimantan, dan Riau. Walau begitu, mahasiswa-mahasiswi Yangzhou Polytechnic Institute di Provinsi Jiangsu itu berhasil menjadi juara lomba cerdas-cermat kebangsaan yang pertama kalinya digelar secara daring di dunia itu.
Demikian halnya dengan panitia penyelenggara, sebagian ada di asrama kampus di Provinsi Nanjing, namun tidak sedikit yang berada di Indonesia karena memang belum diizinkan untuk kembali ke kampus mereka di China dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.
Kendala teknis telah mereka atasi kendati operator utama lomba tersebut berada di Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Jarak dan waktu serta masalah teknis ternyata bukan hambatan bagi kami. Alhamdulillah semuanya berlangsung lancar," kata Ketua Panitia Lomba Cerdas Cermat 2020 Farhan Hidayatullah.
Baca juga: FPKB usulkan Badan Sosialisasi Pancasila
Meskipun digelar secara daring melalui aplikasi Zoom, sengitnya persaingan 16 regu yang kemudian diciutkan lagi menjadi empat regu di babak final sangat terasa.
Kejar-kejaran skor antar-regu terjadi di semua babak, mulai dari penyisihan hingga final.
"Lomba ini tidak saja membutuhkan kecerdasan intelektual, terutama dalam menghafal ayat-ayat atau pasal-pasal UUD, melainkan juga kemampuan mengelola kondisi psikologis," kata Prof Sularso.
Peserta tidak hanya disodori pertanyaan pilihan ganda (A,B,C,D) dan benar atau salah (B/S), melainkan juga pertanyaan yang jawabannya bisa diperebutkan antarpeserta.
Di segmen soal rebutan itulah kemampuan mengelola psikologi setiap peserta dipertaruhkan karena bila jawaban benar, maka mendapatkan poin tinggi. Sebaliknya bila salah, poin yang didapat peserta dari dua segmen terdahulu bakal dikurangi secara signifikan.
Wajar saja jika ada regu yang sempat memimpin perolehan skor sementara harus rela menerima kegagalan menuju babak selanjutnya hanya gara-gara "bermain aman" dengan tidak menjawab satu dari lima soal rebutan tersebut.
Aturan main di babak final yang digelar mulai Senin (17/8) pagi hingga sore diperketat, jumlah soal ditambah namun durasi waktu untuk menjawab dipersingkat.
Baca juga: HUT ke-75 RI, MUI teguhkan ideologi Pancasila itu final
Ada segmen debat yang hanya diperlombakan di babak final sehingga menambah daya tarik jalannya lomba yang disiarkan melalui kanal Youtube ASCEE https://www.youtube.com/watch?v=dsKLax6O2KA.
Hingga segmen kedua, perolehan angka regu Badak Sakti tertinggal dari tiga finalis lainnya, yakni Ondel-Ondel, Arunika, dan Yinni Crew.
Namun di segmen ketiga (soal rebutan) perolehan Badak Sakti melejit hingga 61 poin sekaligus mengalahkan Yinni Crew (43), Ondel-Ondel (42), dan Arunika (37).
Di babak debat dengan tema Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja Bagi Masyarakat yang
Terdampak Pandemi COVID-19 dan Program Bantuan Subsidi Upah kepada Pekerja Swasta yang Terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, Badak Sakti menyudahi perlawanan tiga kompetitor lainnya untuk memboyong piala dan uang tunai sebesar 5.000 yuan atau sekitar (Rp10,67 juta) dari Atdikbud KBRI Beijing.
Regu Ondel-Ondel yang diperkuat para pelajar Indonesia di Tsinghua University dan Bejing University of International Business harus puas diperingkat ketiga dengan meraih piala dan uang tunai 4.000 yuan.
Baca juga: Putri Koster minta nasionalisme ditanamkan ke anak-anak sejak dini
Arunika yang digawangi tiga mahasiswi berjilbab dari Nanjing Xiaozhuang University dan Yinni Crew dari Anhui University of Technology, masing-masing berhak atas 3.000 yuan dan 2.000 yuan setelah di babak pamungkas hanya bertengger di peringkat ketiga dan keempat.
"Perebutan poin hingga babak-babak akhir sangat seru. Tidak kalah dramatisnya dengan serunya pertandingan sepak bola pada masa-masa injury time," kata Faqih mengomentari jalannya lomba cerdas-cermat tersebut.
Mereka punya cara buktikan jiwa Pancasilais
Senin, 24 Agustus 2020 6:33 WIB