Denpasar (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho mengajak berbagai pihak untuk mewaspadai tekanan inflasi di tengah pandemi COVID-19 karena adanya perlambatan beberapa kegiatan produksi dan distribusi.
"Wabah COVID-19 yang menuntut adanya pembatasan sosial, tentu berkonsekuensi terhadap perlambatan beberapa kegiatan produksi dan distribusi. Ini mengharuskan kita untuk lebih waspada terhadap tekanan inflasi ke depan," kata Trisno di, Denpasar, Kamis.
Pada Maret 2020, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,12 persen (mtm), melandai dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,44 persen (mtm). Komoditas yang memiliki andil terhadap inflasi Maret 2020 adalah terutama canang sari (0,09 persen), emas perhiasan (0,05 persen), mangga (0,03 persen), telur ayam ras (0,03 persen) dan kue kering berminyak (0,02 persen).
Perkembangan inflasi Bali pada Maret ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,10 persen (mtm). Sementara itu secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 3,04 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan nasional yang sebesar 2,96 persen (yoy).
"Inflasi Provinsi Bali tersebut merupakan kombinasi inflasi pada dua kota sampel IHK yaitu Kota Denpasar yang tercatat sebesar 0,11 persen (mtm) dan Kota Singaraja dengan inflasi sebesar 0,15 persen (mtm)," ujarnya.
Baca juga: BI dorong masyarakat Bali lakukan transaksi non-tunai
Melandainya tekanan inflasi di Bali pada Maret 2020 terutama bersumber dari penurunan harga tanaman hortikultura dan angkutan udara. Penurunan harga tanaman hortikultura tercermin dari turunnya harga bawang putih dan cabai.
Kondisi ini terjadi sebagai hasil dari telah tibanya kiriman bawang putih dari Tiongkok dan India. Sedangkan pasokan cabai terpantau masuk dari provinsi tetangga NTB dan dari Jawa Timur.
Trisno menambahkan, dengan perkiraan akan tibanya pasokan gula pasir ke dalam negeri, termasuk ke Bali, tekanan harga bahan-bahan pokok memang diperkirakan akan menurun. Penurunan tersebut akan menjadi lebih besar seiring dengan perkiraan rendahnya permintaan akibat penurunan kedatangan wisman ke Pulau Dewata.
"Dengan demikian maka harga bahan-bahan pokok diperkirakan akan tetap rendah dan terkendali. Namun, pembatasan sosial karena wabah COVID-19 ini berdampak pada perlambatan beberapa kegiatan produksi dan distribusi yang nantinya bisa menekan inflasi," katanya.
Menghadapi potensi tantangan tersebut, Bank Indonesia Provinsi Bali bersama dengan pemerintah daerah, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus mengawal inflasi Bali agar tetap dalam level yang rendah dan stabil.
"Dalam upaya menjamin ketersediaan pasokan bahan kebutuhan pokok, kami senantiasa mendorong daerah untuk melakukan kerja sama antardaerah," ujar Trisno.
Baca juga: BI Bali lakukan karantina uang 14 hari cegah COVID-19