Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kebijakan social distancing atau menjaga jarak yang dikedepankan pemerintah dinilai lebih baik dan masih dapat menggerakkan perekonomian dibandingkan wacana penutupan/karantina wilayah atau lockdown.
"Paling tidak social distancing masih bisa menggerakkan ekonomi alur barang dan jasa dan masyarakat tetap diberi akses ke berbagai kegiatan ekonomi dengan cara-cara social distancing yakni menjaga jarak 1,5 meter," ujar Tauhid Ahmad saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa social distancing beda dengan lockdown, social distancing itu isinya mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain dianggap mampu mengurangi kontak tatap muka langsung, seperti menghindari tempat-tempat umum, seperti mall, bioskop, kegiatan olahraga bersama, dan sebagainya,
Namun, lanjut Tauhid, jika kebijakan lockdown diterapkan justru bisa menimbulkan hal dan konsekuensi sebaliknya di mana kebijakan tersebut justru dapat menjerumuskan Indonesia ke dalam fase krisis ekonomi.
"Konsekuensi penutupan maka kita akan memasuki fase krisis ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi akan drop di bawah empat persen bahkan lebih buruk," kata Direktur Indef tersebut.
Baca juga: Istana: hoaks, Presiden berlakukan karantina parsial
Dia mengambil contoh jika Jakarta yang merupakan pusat segalanya dengan pusat jasa keuangannya menyumbang 45 persen terhadap PDB dan kemudian menjadi pusat jasa perusahaan yang menyumbang 68 persen juga kepada PDB , diterapkan kebijakan lockdown maka dampaknya sangat besar terhadap perekonomian nasional.
"Saya kira pendekatan social distancing lebih baik dibandingkan lockdown untuk saat ini meski pelaksanaannya harus didukung dan dilakukan oleh kesadaran masyarakat sendiri," kata Tauhid Ahmad.
Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo menyebut langkah social distancing atau menjaga jarak antarsatu dengan yang lain menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam situasi mewabahnya COVID-19.
Presiden mengatakan, dengan kondisi tersebut, sudah saatnya bekerja dari rumah, belajar dari rumah, serta beribadah di rumah. Presiden juga mengajak seluruh rakyat bekerja sama, saling tolong menolong, bersatu padu, bergotong-royong menangani COVID-19.
Bukan liburan
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengimbau kepada masyarakat supaya tidak memanfaatkan kesempatan bekerja dan belajar dari rumah untuk mendatangi tempat liburan atau acara dengan kerumunan.
"Jangan sampai mereka yang tidak masuk kantor atau tidak masuk sekolah justru berlibur ke tempat-tempat liburan. Itu justru yang harus dihindari, kerumunan atau banyak orang, itu yang menyebabkan potensi penularannya sangat besar," kata Wapres Ma'ruf Amin.
Wapres meminta masyarakat disiplin menjalankan imbauan pemerintah untuk tinggal di rumah dan menjaga jarak dengan orang asing selama setidaknya dua pekan ke depan, sebagai upaya memutus rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia.
"Seperti sudah diarahkan oleh Presiden (Joko Widodo) supaya masyarakat menjaga jarak, social distancing, kemudian juga bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah," ujarnya pula.
Upaya untuk menghindari penyebaran COVID-19, Wapres Ma'ruf pun memperketat protokol pengamanannya dengan tidak menerima tamu dan tidak menghadiri pertemuan yang sifatnya mendesak.
Sejak Senin (16/3), Wapres menggunakan telekonferensi dalam melakukan rapat dengan jajarannya seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau rapat, misalnya dengan BNPT, itu lewat teleconference, rapat dengan berbagai kementerian untuk melakukan koordinasi juga tidak bertatap muka langsung. Jadi kami sudah menggunakan sistem jarak jauh," ujarnya.
Indef: "social distancing" lebih baik ketimbang "lockdown"
Rabu, 18 Maret 2020 9:52 WIB