Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj mengatakan pemerintah harus bersikap tegas terhadap pelaku aksi teroris yang meresahkan masyarakat seperti kasus penyerangan terhadap Menkopolhukam Wiranto di Banten, belum lama ini.
"Aparat kepolisian harus mampu mengungkap dan menindak aktor intelektual di balik aksi-aksi teror yang terjadi di Tanah Air. Kami Nahdlatul Ulama meminta aparat kepolisian harus mampu bertindak tegas terhadap radikalisme dan tidak boleh ada kesan negara kalah dalam menghadapi terorisme," ujar Said Aqil Siradj dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan negara tidak boleh kalah dengan radikalisme dan terorisme yang terjadi di Tanah Air sekarang ini. "Saat ini Indonesia sudah darurat terorisme dan radikalisme, karena selama ini kita bersikap terlalu ramah kepada mereka. Maka demi menyelamatkan NKRI, menyelamatkan seluruh bangsa Indonesia, maka sekecil apa pun yang mereka lakukan (terorisme) harus ditindak tegas," kata Said.
Said menuturkan bahwa tindakan terorisme adalah tindakan biadab yang jauh dari norma, agama dan akhlakul karimah. "Apa yang mereka lakukan adalah tindakan biadab dan tidak sesuai dengan agama apa pun. Jadi kita harus lawan bersama. Apalagi mereka sudah berani terang-terangan," katanya pula.
Baca juga: Kapolda Bali : terduga teroris Bali dari jaringan Abu Rara
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa radikalisme sudah mengancam keutuhan bangsa dan negara.
"Saat ini radikalisme sudah sangat mengancam keutuhan bangsa. Karena paham radikal ingin mengubah Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bangsa ini. Maka ke depan tantangan kita adalah bagaimana memperkuat ideologi Pancasila dalam praktik kehidupan berbangsa dan bertanah air," katanya lagi.
Menurut Benny, bangsa ini perlu membumikan Pancasila agar mampu menyentuh kaum milenial. "Membumikan Pancasila di kalangan anak muda penting dalam menangkal paham radikal. Hal ini agar kaum milenial tak mendapat masukan tentang agama dari sisi yang sempit sehingga kemudian menciptakan radikalisme tadi," katanya.
Benny menambahkan bahwa radikalisme harus dilawan dengan gerakan kebudayaan. "Radikalisme itu tidak berdiri sendiri. Radikalisme itu akibat dari tata dunia yang tidak beradab, tidak adil, tata dunia yang dipenuhi permusuhan, tata dunia yang dipenuhi marjinalisme, dan cara melihat agama hanya dalam bahasa satu kebenaran," ujarnya.
Baca juga: Polda Bali libatkan CTOC dalam kasus cyber terorism
Menurut Benny, kebudayaan menjadi salah alat dan benteng untuk melawan radikalisme. Karena itu, gerakan kebudayaan harus diperkuat. Tradisi-tradisi yang telah ada di masyarakat, misalnya bersih desa, selamatan, larung, dan tradisi-tradisi lain harus dihidupkan kembali.
"Itulah benteng kekuatan menghadapi radikalisme. Mereka takut kalau tradisi itu kuat," ujarnya pula.
Ia mengatakan, budaya-budaya lokal harus ditampilkan kembali dengan cara memberi kemasan baru agar tidak terkesan kuno, sehingga menarik bagi anak-anak muda. Kreativitas seni budaya anak-anak muda yang bersifat massal harus ditampilkan.
"Pusat-pusat kebudayaan juga perlu dibangun," katanya lagi.
Baca juga: Densus 88 gerebek rumah terduga teroris di Cengkareng
PBNU minta pemerintah tegas pada pelaku terorisme
Senin, 14 Oktober 2019 11:45 WIB