Denpasar (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyosialisasikan gerakan antikorupsi kepada 55 calon terpilih DPRD Provinsi Bali dan 45 calon terpilih yang duduk di DPRD Kota Denpasar periode 2019-2024.
"Jajaran KPK sudah bisa menangkap pelaku korupsi meskipun modus yang digunakan terus berkembang," kata Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono saat menyosialisasikan antikorupsi ke calon terpilih tersebut, di Denpasar, Sabtu.
Giri mencontohkan kasus korupsi yang dilakukan Dirjen Perhubungan Laut dengan menggunakan modus transfer lewat ATM dengan menggunakan nama orang lain dan KTP palsu juga telah berhasil diungkap KPK.
Untuk bisa mengungkap kasus korupsi, lanjut dia, pihaknya bisa mendapatkan dari berbagai sumber, termasuk dari informasi masyarakat.
"Untuk kasus suap berapa pun nilainya, sepanjang yang melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara, KPK juga bisa masuk. Jadi, tidak terbatas yang ditangani KPK itu jika kerugian negara di atas Rp1 miliar," ucapnya.
Pihaknya memandang penting upaya pencegahan praktik korupsi bagi para aktor-aktor politik tersebut karena jumlah politisi yang tersandung kasus korupsi cukup banyak. Untuk gubernur saja sudah 20 orang, demikian juga bupati/wali kota sudah 108 orang, dan anggota DPR/DPRD yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi sebanyak 255 orang.
Menurut dia, KPK kemungkinan tidak berhenti menangkap kepala daerah karena disebabkan logika politik yang digunakan untuk meraih jabatan itu tidak rasional dengan gaji yang diterima setelah menjabat. Demikian juga untuk menjadi anggota dewan, biaya politik yang dikeluarkan juga cukup besar untuk meraih suara rakyat dalam pemilu.
"Mengutip survei dari Kemendagri, biaya rata-rata dikeluarkan oleh calon kepala daerah dalam pemilihan rata-rata mencapai minimal Rp30 miliar bahkan banyak yang lebih," ujar Giri.
Dalam kesempatan itu, Giri juga memberikan pemahaman perbedaan antara gratifikasi, suap, dan pemerasan kepada calon wakil rakyat yang berhasil meraih kursi dalam Pemilu 2019 itu.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan berharap dengan sosialisasi tersebut dapat mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi yang dilakukan penyelenggara negara dan kualitas pemerintahan di Bali pun meningkat
"Keinginan kami tentunya dapat melahirkan pemimpin yang jujur dan bersih. Kami yakinkan seluruh calon terpilih ini bebas napi korupsi," ucapnya.
Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama berharap dari kegiatan sosialisasi ini dapat mencegah para wakil rakyat korupsi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Baca juga: Jubir: KPK peduli pada pendekatan hukum berimbang seperti Pidato Jokowi
Sementara itu, salah satu calon terpilih DPRD Bali I Nyoman Adnyana menyambut positif acara sosialisasi antikorupsi tersebut. "Kalau bisa, jangan sekali, ini harus rutin dilakukan upaya-upaya pencegahan seperti ini," ucapnya.
Menurut politisi dari PDI Perjuangan itu, upaya pencegahan lebih bagus daripada sekadar penindakan. "Jadi tidak ada korban, keuangan negara tidak dirugikan, orang juga tidak dipidana, dan mereka kembali ke alam sadarnya sesuai peraturan perundang-undangan. Ini positif banget, sangat bagus," ucapnya.
Politisi yang saat ini untuk kelima kalinya duduk sebagai wakil rakyat itu mengakui awal-awal dirinya menjadi dewan, aturan terkait hak keuangan dewan belum begitu detail sehingga rentan anggota Dewan tersandung korupsi. Tetapi regulasi yang terakhir ini sudah jelas dan detail aturannya.
"Yang sering muncul persoalan korupsi itu di luar hak-hak keuangan dewan, seperti gratifikasi itu 'kan kembali kepada personal masing-masing," ujar politisi dari Kabupaten Bangli itu.
Baca juga: KPK tertarik gunakan aturan adat untuk cegah korupsi
Ketua KPU Kota Denpasar I Wayah Arsa Jaya pun menyambut positif acara sosialisasi itu karena sangat strategis dan penting bagi anggota DPRD yang baru maupun yang sudah pernah menjabat.
"Anggota dewan adalah pejabat penyelenggara negara yang wajib mengetahui konsepsi korupsi agar dapat dihindari dan diwaspadai," ucap Arsa Jaya.