Badung (ANTARA) - Manajemen PT Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali bekerjasama dengan pemerintah Kecamatan Kuta Selatan dan Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV, mengampanyekan bahaya objek asing terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan.
"Kegiatan yang telah kami lakukan kemarin itu dalam rangka memberikan edukasi dan meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan," ujar Arie Ahsanurrohim, Communication and Legal Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Kantor Cabang Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, di Mangupura, Jumat.
Sosialisasi itu diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah sekitar bandar udara tentang bahaya layang-layang, pesawat tanpa awak atau drone, balon udara, laser, dan permainan sejenis terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan.
Arie mengatakan, kawasan aerodrome telah diatur sebagai kawasan yang steril dari benda asing, dikarenakan tingginya standar keselamatan yang dipersyaratkan dalam operasional penerbangan.
"Bandara berdiri di area yang cukup padat penduduk, sehingga kami selaku pengelola memandang perlu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas secara langsung tentang pentingnya standar keamanan dan keselamatan penerbangan," katanya.
Sosialisasi itu dihadiri oleh perangkat desa serta warga dari 25 desa adat yang berlokasi di sekitar kawasan bandara. Selain itu, kegiatan juga dihadiri Camat Kuta Selatan, Danramil Kuta Selatan, perwakilan Polsek Kuta Selatan serta perwakilan dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengoperasian Bandar Udara Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV, Ketut Martim menjelaskan, selama tahun 2018 dan 2019, terdapat cukup banyak gangguan yang terjadi di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) bandar udara.
"Gangguan penerbangan di bandara pada 2018 tercatat ada 33 pengaduan dari pilot, sedangkan pada tahun 2019, hingga awal Agustus ini sudah ada 11 pengaduan, baik itu gangguan dari layang-layang maupun laser.
"Sosialisasi ini kami harap dapat membuat masyarakat lebih menyadari pentingnya keselamatan penerbangan," ujarnya.
Selain itu, pada awal bulan Agustus 2018 lalu dilaporkan personel Aviation Security yang sedang berpatroli menemukan satu unit drone yang menerbangi area Daerah Keamanan Terbatas (DKT) bandara dengan ketinggian 25 meter.
Tidak hanya mengganggu, drone yang diterbangkan itu juga berisiko membahayakan operasional pesawat udara dan penumpang yang diangkut, karena telah memasuki kawasan steril bandar udara.
Selain ancaman keselamatan yang ditimbulkan oleh drone, operasional penerbangan juga rawan akan gangguan dari sinar laser dan layang-layang.
Sinar laser dilaporkan pernah ditembakkan ke arah bandar udara pada pertengahan tahun 2018 silam dan berpotensi membahayakan penerbangan karena sinar laser dengan intensitas tinggi yang ditembakkan ke udara di sekitar bandara dapat mengganggu pandangan visual dari pilot.
Pada tahun 2018 yang lalu, juga dilaporkan terdapat dua kejadian helikopter yang terlilit tali layang-layang.
"Biaya perbaikan pesawat yang tersangkut tali layang-layang itu sangat mahal. Jadi tidak sebanding antara bermain layang-layang dengan perbaikan pesawat," kata Ketut Martim.
Ia menyarankan, apabila ada panitia yang akan melaksanakan festival layang-layang, sebaiknya panitia menyurati pihak Otoritas Bandar Udara, sehingga pihaknya dapat menginformasikan ke seluruh dunia sehingga pesawat yang datang dan pergi tidak akan melalui jalur festival tersebut," katanya.
Ketut Martim menambahkan, keamanan dan keselamatan penerbangan, bukan semata-mata tugas dari pengelola bandar udara saja tetapi juga terdapat peran serta dari masyarakat luas.
"Dengan sosialisasi ini, kami berharap masyarakat akan memiliki pemahaman yang lebih akan standar keamanan dan keselamatan penerbangan, sehingga insiden dan kejadian gangguan atau obstacle di kawasan bandar udara dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan,"ujarnya.