Denpasar (ANTARA) - Terdakwa kasus korupsi pengadaan empat unit kapal penangkap ikan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali tahun 2014, Suyadi (50), dituntut enam tahun penjara, di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Rabu.
"Menyatakan terdakwa Suyadi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum, Agung Wisnu, yang dalam perkara ini mewakilkan kepada JPU I Wayan Suhardi.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim, I Wayan Sukanila, Jaksa Penuntut Umum Agung Wisnu menuntut terdakwa dengan pidana berupa penjara selama enam tahun dan denda Rp200 juta yang bisa diganti dengan dua bulan kurungan.
Dalam persidangan tersebut, JPU juga menuntut terdakwa kasus korupsi pengadaan 4 unit kapal Inka Mina ini, untuk membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian negara sebesar Rp800 juta.
Jaksa menambahkan, apabila dalam waktu paling lama satu bulan, uang pengganti tersebut tidak dibayarkan oleh terdakwa, maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dijual secara lelang.
Selain itu, jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup maka terdakwa di pidana penjara selama tiga tahun.
Berdasarkan uraian yang disampaikan JPU, sebelumnya pada tahun 2014, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp6.250.717.000 untuk pengadaan empat unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).
Setelah mengajukan lelang dan mendapatkan beberapa PT yang memenuhi syarat, selanjutnya Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali kembali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali. Dalam pengajuan lelang tersebut, dari PT F1 Perkasa dengan Direktur nya adalah terdakwa menjadi pemenang lelang.
Kemudian terdakwa menandatangi kontrak sesuai nilai penawaran dengan jangka waktu pelaksanaan sejak April hingga Desember 2014. Untuk proses pembayaran, terdakwa mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, dan dilanjutkan dengan permohonan pembayaran tahap I dengan rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.
Namun, proses pengerjaan hanya sampai 55,00 persen, dan tidak sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dalam kontrak. Dari kejadian tersebut, I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK melakukan pemutusan kontrak dengan terdakwa.
Dengan begitu, dalam proyek pembangunan 4 unit kapal tersebut terdakwa telah menerima uang sebesar Rp3.5 Miliar, sedangkan sesuai dengan pengajuan uang muka oleh terdakwa, dimana satu unit mesin kapal senilai Rp200 Juta. Maka, dengan pengadaan 4 unit kapal tersebut oleh terdakwa wajib membayar kerugian senilai Rp800 Juta.