Denpasar (ANTARA) - Ratusan siswa perwakilan berbagai daerah di Nusantara mengikuti pembelajaran kebudayaan di Desa Adat Penglipuran, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, dalam rangkaian kegiatan Jejak Tradisi Nasional (Jetranas).
"Kegiatan ini bertujuan untuk lebih mendekatkan budaya pada anak-anak sehingga kalau sudah mengenali budayanya, pasti akan bangga dengan budayanya," kata Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Christriyati Ariani, saat membuka acara Jejak Tradisi Nasional 2019, di Denpasar, Minggu (4/8) malam.
Peserta Jetranas, lanjut dia, merupakan yang terbaik pada kegiatan Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) yang dilaksanakan oleh Balai Pelestari Nilai Budaya yang ada di 11 wilayah (Aceh, Sumatera Barat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua.
Jumlah keseluruhan peserta sebanyak 166 pelajar, sudah termasuk peserta undangan dari SMA yang ada di Kota Denpasar dan sekitarnya.
"Kegiatan kali ini merupakan yang kesembilan kalinya yang dilaksanakan bergilir di berbagai wilayah di Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Tetapi kegiatan kali ini agak berbeda dengan yang sebelumnya karena ada kegiatan 'life in' selama dua hari di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli," ujar Christriyati Ariani.
Baca juga: Tiga pemuda Kota Denpasar lolos ikuti "Kapal Pemuda Nusantara 2019"
Selama mengikuti Jetrnas dari 4-9 Agustus 2019, ucap dia, para siswa akan dibagi dalam beberapa kelompok dan diperkenalkan pada budaya yang memang berbeda dengan daeerah asallnya. Selama seminggu, para pelajar juga akan berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda suku, agama dan kebudayaan.
"Mereka juga diberikan tugas untuk menggali dan memahami berbagai obyek pemajuan kebudayaan yang ada di Desa Adat Pengipuran, seperti tarian tradisional, kerajinan tradisional, alat musik tradisional, pakaian pengantin tradisional, arsitektur tradisional, pura, kuliner tradisional, permainan tradisional, upacara tradisional, senjata tradisional, dan pengobatan tradisional," ucapnya.
Untuk memahami lebih mendalam, para siswa pun diberikan kesempatan berinteraksi langsung dengan masyarakat serta mewawancarai para tokoh adat dan budaya.
Baca juga: Pelajaran mahal (toleransi) dari Pulau Dewata (video/SMN)
Hasil interaksi dan wawancara tersebut, nantinya ditorehkan sebagai laporan kegiatan dan akan dipresentasikan dihadapan narasumber dan pembahas pada akhir kegiatan. Para narasumber dan pembahas akan memberikan penilaian dan memilih kelompok terbaik.
"Dengan kegiatan seperti ini, generasi muda kita diasah dengan sikap tenggang rasa, toleransi, pemahaman keberagaman, yang nantinya akan bisa membangun generasi yang cinta damai karena dapat menghargai perbedaan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa," ujar Christriyati.
Melalui pendidikan budaya, lambat laun generasi muda akan sadar betapa pentingnya kebudayaan sebagai pemersatu bangsa, yang pada akhirnya diharapkan dapat memperkuat integrasi bangsa. "Hal ini merupakan modal bagi ketahanan budaya yang dapat memperkokoh kesatuan bangsa serta memeperkuat karakter dan jati diri bangsa," ucapnya.
Dalam acara pembukaan Jejak Tradisi Nasional (Jetranas) 2019 itu juga diisi atraksi seni dari para pelajar perwakilan Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, dan Aceh.
Baca juga: Festival "Jagannatha Ratha Yatra Nusantara" mendoakan kejayaan NKRI