Denpasar (ANTARA) - Pansus Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan DPRD Bali mengundang Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali untuk menerima masukan dari organisasi tersebut, di antaranya masalah pekerja dengan status magang dan pembiayaan uji kompetensi pekerja.
Ketua Pansus sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta di Denpasar mengatakan selama ini sistem pemagangan di lapangan sering disiasati. Oleh karena itu dalam Ranperda akan diatur mengenai pekerja "training" (pelatihan) dan pekerja magang.
"Karena definisinya berbeda, tetapi di lapangan itu disiasati. Jadi posisinya menjadi tidak jelas antara pekerja training dan magang itu," katanya.
Menurut politisi PDIP itu, bahwa dari pihak pengusaha pun mengakui bahwa pekerja magang selama ini kurang terlindungi dari sisi haknya.
"Mereka pekerjaannya sama, bekerja selama 25 hari, jamnya sama dengan karyawan tetap, tetapi mereka tidak mendapat uang jasa pelayanan, sepeser pun," ujarnya
Maka dari itu Apindo mengusulkan agar di dalam Ranperda dimasukkan pekerja magang mendapatkan jasa uang jasa pelayanan (service charge), sejumlah 20 persen dari service charge yang didapat karyawan tetap. Di samping itu disepakati pula bahwa pekerja magang memperoleh bayaran sesuai upah minimum.
Parta berharap Apindo sebagai asosiasi pengusaha di Bali agar memantau seluruh anggotanya terutama yang masih memberi bayaran di bawah upah minimum.
"Kami sudah menerima slip gaji Rp1,6 juta, Rp1,7 juta. Dengan mudah juga kita menemukan data perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS," ujar politikus asal Kabupaten Gianyar ini.
Parta pun mencontohkan di Makassar UMP-nya Rp2,8 juta. Bahkan di Manado UMP-nya R 3 juta. Sementara Bali hanya Rp2.297.000.
"Melihat Makassar dari Bali saja kita sudah tau kelasnya. Tetapi dalam prakteknya UMP-nya jauh lebih tinggi dari Bali," katanya.
Hal selanjutnya yang menjadi sorotan adalah mengenai sertifikat kompetensi bagi pekerja. Banyak pekerja pemula yang belum memiliki sertifikasi kompetensi.
Parta menyebut yang menjadi kendala, pertama, sedikit lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi di Bali. Dan kedua, ada biaya yang harus dikeluarkan pekerja sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta ketika akan mengikuti uji kompetensi itu.
Untuk itu, pihaknya mendorong Pemerintah daerah agar membantu memfasilitasi agar makin cepat pekerja Bali memiliki sertifikasi uji kompetensi.
Menurutnya selama ini Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Bali hanya melatih tenaga kerja sehingga mereka hanya diberi sertifikat pelatihan saja, bukanlah sertifikat kompetensi.
Baca juga: Disnaker: UMP Bali 2019 naik Rp170.810
Anggota Apindo Bali, Asih Wesika mengatakan perusahaan tidak ada masalah jika ada pengaturan tentang "service charge" dalam Ranperda. Lebih lanjut dikatakan kalau ada payung hukum terkait "service charge" itu, maka perusahaan akan mengikutinya.
Menurutnya, dengan aturan tersebut yang justru dirugikan adalah karyawan tetap dan kontrak karena bagian service charge yang diterima menjadi berkurang akibat dibagi dengan pekerja magang dan DW.
"Kalau perusahaan tidak ada masalah dengan 'service charge', karena itu uangnya karyawan. Uang titipan tamu, bukan uangnya perusahaan," ujarnya.
Asih Wiseka mengusulkan dalam Ranperda diatur besaran service charge yang diberikan kepada pekerja magang (DW) karena dalam Undang-undang tentang ketenagakerjaan hal itu belum diatur.
Selanjutnya mengenai sertifikat kompetensi, pihak Apindo menyatakan untuk pekerja pemula memang biaya uji kompetensinya tidak ditanggung oleh perusahaan.
Namun, jika karyawan tersebut sudah menjadi karyawan tetap, dan akan mengikuti uji kompetensi tahap selanjutnya maka wajib dibiayai oleh perusahaan yang mempekerjakannya.(*)
Baca juga: Upah harian buruh tani naik 0,30 persen