Denpasar (ANTARA) - Inovasi teknologi memiliki peran penting bagi kemajuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama pada industri produk tembakau alternatif di Bali, salah satu jenis produk tembakau alternatif yang mengalami peningkatan pesat di Pulau Dewata adalah rokok elektrik atau vape.
Tingginya jumlah pengguna produk tembakau alternatif juga sejalan dengan perkembangan jumlah toko yang menjual rokok elektrik.
Menurut data Asosiasi Vaporizer Bali (AVB), Denpasar merupakan kota dengan jumlah toko rokok elektrik terbanyak yang disusul Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Karangasem, Negara, dan Buleleng.
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta mengapresiasi perkembangan industri produk tembakau alternatif. Menurut dia, dengan berkembangnya produk tembakau alternatif dapat terus berkembang serta membuka lapangan pekerjaan baru.
Industri produk tembakau alternatif juga mendorong peningkatan sektor pariwisata di Bali, khususnya di Badung, Bali. Hal ini tidak terlepas karena ketertarikan wisatawan mancanegara dalam mengonsumsi produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik yang diproduksi oleh pengusaha lokal. Saat ini, jumlah penggunanya mencapai sekitar 60 ribu orang.
Sejalan dengan Bupati Giri Prasta, dari sudut pandang industri, Wakil Sekretaris Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali, IGN Indra Andhika mengatakan pihaknya mendukung keberadaan pelaku usaha produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan. Menurut dia, produk tembakau alternatif memiliki prospek yang besar.
"Sektor inovatif ini akan menjadi peluang usaha yang besar ke depan mengingat posisi Bali yang sangat strategis di industri pariwisata nasional," katanya.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menetapkan tarif cukai hasil tembakau untuk produk tembakau alternatif atau Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017. Peraturan tersebut telah ditetapkan dari 1 Juli 2018.