Film yang terinspirasi dari kisah seorang penari Lengger bernama Rianto ini, bercerita tentang Juno yang tinggal di sebuah desa kecil di Jawa. Kisah Juno diceritakan dalam tiga masa yakni Juno kecil, Juno remaja dan Juno dewasa.
Juno Kecil terpaksa hidup sendiri sejak ditinggal pergi oleh ayahnya. Di tengah kesendirian, Juno bergabung dengan tari Lengger. Sejak itu, Juno harus hidup berpindah-pindah tempat.
Seiring dengan perjalanannya menjadi dewasa, Juno mendapat perhatian dan kasih sayang dari beberapa orang di sekelilingnya seperti guru tari, bibi penjual ayam, paman penjahit, seorang petinju dan seorang warok. Semua pengalaman yang dilaluinya membuat Juno memiliki sebuah perjalanan hidup yang membawanya kepada pemahaman akan keindahan hidup.
Dalam film tersebut, Juno digambarkan sebagai seorang laki-laki yang memiliki jiwa feminin. Bagaimana Juno mengalami pergolakan batin akan pencarian jati dirinya, siapa dirinya dan apa yang akan dilakukan dengan tubuhnya.
Juno memiliki trauma hidup yang juga dialami oleh keluarga besarnya. Dia bahkan dilanda kegalauan besar karena tubuhnya selalu membawa bencana untuk orang lain.
Pada akhirnya Juno secara tulus bisa menerima, menghargai dan mencintai dirinya sendiri secara apa adanya. Dia juga mampu melawan segala macam trauma yang dialami oleh pikiran serta tubuhnya melalui tarian.
Garin dengan terampil mengangkat tema yang berhubungan erat dengan permasalahan maskulin dan feminin dalam tubuh seseorang tanpa bersikap vulgar. Lewat simbol-simbol seperti gestur, senyum, cara memandang atau berbicara penonton dapat langsung mengerti seperti apa sifat Juno.
Sutradara "Setan Jawa" itu juga mampu menunjukkan bahwa sekuat-kuatnya sifat maskulin pada seorang pria, tetap ada sisi feminin yang tersimpan di dalamnya.
Dari film ini, penonton akan mengenal soal tarian tradisional Jawa seperti Lengger ataupun Reog, tradisi pemujaan, menyimpan uang dalam kain jarik atau memeriksa kapan ayam akan bertelur dengan menggunakan jari yang dimasukkan ke pantat ayam. Hal tersebut merupakan peristiwa yang lumrah pada masyarakat Jawa khususnya di era 70-80an.
"Kucumbu Tubuh Indahku" merupakan sebuah perpustakaan bagi banyak orang. Karena kisah seperti yang dialami Rianto ini bisa jadi mewakili banyak penari di Indonesia ataupun sosok lain yang memiliki sifat maskulin dan feminin dalam satu tubuh.
Film yang diproduksi oleh Fourcolours Films ini sudah mendapat banyak penghargaan dari festival film internasional. Kini giliran Anda untuk menyaksikannya pada 18 April 2019 di bioskop Tanah Air.
Film yang sudah diputar di 31 festival film ini dimainkan Muhammad Khan sebagai Juno, Raditya Evandra (Juno Kecil), Sujiwo Tejo (guru Lengger), Teuku Rifnu Wikana (Bupati), Randy Pangalila (petinju), Whani Dharmawan (warok), Endah Laras (bibi Juno) dan Windarti (guru tari). Selain itu, musisi Mondo Gascaro juga mengisi soundtrack dan musik komposer untuk film ini.
Baca juga: ''Kucumbu Tubuh Indahku'' tayang di bioskop 18 April
Baca juga: Garin Nugroho akan selalu bikin film bertema langka
Baca juga: Mondo Gascaro rilis album soundtrack film "Kucumbu Tubuh Indahku"
(AL)