Nusa Dua, Bali (Antaranews Bali) - Soal ekonomi, keuangan, dan hal-hal yang merupakan "turunan" dari soal itu memang menjadi pembahasan dalam Pertemuan Tahunan IMF-WB di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018.
Namun, pertemuan forum dunia untuk eknonomi dan keuangan itu justru menjadi "berkah" tersendiri bagi Pulau Dewata sebagai lokasi acara, kendati pertemuan tahunan itu sempat dikritik sebagai "pesta" yang memboroskan anggaran negara. Maklum, waktunya menjelang Pilpres 2019.
Soal "pesta" itu pun sudah dikomentari Presiden Joko Widodo saat melakukan orasi ilmiah di Universitas Sumatera Utara, Medan (8/10), sebab anggaran yang disediakan pemerintah sebesar Rp810 miliar pun sudah dihemat atas arahan Presiden untuk hanya memakai Rp566 miliar.
"Biaya yang dikeluarkan antara lain dipakai untuk memperluas "apron" di Bandara Bali dan membuat terowongan di persimpangan yang ada di Bali agar tidak macet. Artinya, setelah ini akan dipergunakan terus, terowongan juga dipergunakan terus, kemudian apron untuk bandaranya dipakai terus, bukan sesuatu yang hilang. Mereka (delegasi) membiayai sendiri kok, hotelnya bayar sendiri, makan juga bayar sendiri," kata Presiden Jokowi di Medan.
Bahkan, Bappenas (2018) mencatat pengeluaran pengunjung (delegasi/nondelegasi) yang berasal dari mancanegara maupun domestik mencapai Rp1,1 triliun, sehingga pemasukan jangka pendek saja sudah "tidak rugi" jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah itu.
Data Bappenas itu merujuk pada rata-rata pengeluaran delegasi sebesar 150 dolar per hari selama tujuh hari menginap dengan jumlah delegasi 18.000 orang, padahal data terakhir telah mencapai 34.000 delegasi. Perkiraan rincian hitungannya dari hotel dan penyelenggaraan IMF-Bank Dunia sebesar Rp943,5 miliar, makanan dan minuman Rp146 miliar, transportasi sebesar Rp74 miliar, dan belanja Rp5 miliar.
Padahal, masih ada penyelenggaraan "Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions" (MICE), Indonesia Pavilion, Exhibition, Food festival, Art and craft expo, Infrastructure expo, Tourism booth, Indonesia gourmet and Food festival yang diperkirakan mampu menyumbang devisa hingga 43,2 juta dolar AS atau setara dengan Rp639,36 miliar
Dengan demikian, pemasukan mencapai Rp1,7 triliun dari delegasi dan penyelenggaraan kegiatan diluar agenda pertemuan (MICE, Indonesia Pavilion, dan sebagainya), sehingga pengeluaran Rp566 miliar masih "untung" Rp1,13 triliun (dua kali lipat dari pengeluaran). Itu belum termasuk keuntungan jangka panjang yang disebut Presiden untuk Bali (apron, underpass, pariwisata, dan sebagainya).
Bahkan, angka lebih fantastis dikemukakan Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro. Ia menegaskan bahwa BUMN meraup 13,5 miliar dolar AS atau setara Rp202,5 triliun dari Pertemuan IMF-WB di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018.
"Itu dari pertemuan teknis dalam Forum Investasi Infrastruktur di arena Pertemuan IMF-WB di Bali yang melibatkan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, BI, dan OJK," katanya kepada Antara disela-sela kegiatan Paviliun Indonesia dalam rangkaian Pertemuan IMF-WB di Nusa Dua, Bali (12/10).
Menurut dia, hasil dari pertemuan teknis kalangan BUMN dengan investor yang mengikuti Pertemuan IMF-WB di Bali sebenarnya ada yang merupakan hasil perundingan dalam beberapa tahun terakhir, namun Pertemuan IMF-WB justru meyakinkan para investor untuk bekerja sama.
Padahal, BUMN tidak hanya memanfaatkan momentum Pertemuan IMF-WB itu untuk pertemuan teknis dengan investor dunia, karena BUMN juga menjadi sponsorship pertemuan itu serta melakukan promosi dengan menggelar Paviliun Indonesia sebagai pameran atau etalase Indonesia.
Artinya, selain investasi dari hasil pertemuan teknis, katanya, juga ada transaksi dari hasil pameran "Paviliun Indonesia" disela pertemuan tahunan IMF-WB yang mencatat lebih dari Rp211 juta hingga hari keempat (11/10) , atau transaksi rata-rata Rp50 juta-Rp60 juta/hari, dari produk UMKM.
"Jadi, kami dari BUMN memanfaatkan momentum Pertemuan IMF-WB di Bali itu untuk dua hal yakni pertemuan sebagai ajang promosi dan delegasi yang memiliki potensi bisnis, karena pertemuan tahunan IMF-WB itu juga dihadiri para pemegang saham dan investor," katanya.
Terkait adanya potensi bisnis itulah, Kementerian BUMN akhirnya meminta izin pihak IMF-WB untuk mengadakan pertemuan teknis antara BUMN dengan sejumlah investor dunia dalam empat sesi terkait energi, kelistrikan, teknologi, dan infrastruktur.
Investasi terbesar dari nilai kerja sama sebesar Rp202,5 triliun atau 13,5 miliar dolar AS itu diperoleh PT Pertamina Persero senilai 6,5 miliar dolar AS dari kerja sama dengan perusahaan minyak dan gas di Taiwan, CPC Corporation.
Selain Pertamina, di sektor energi juga ada proyek hilirisasi Antam dan Inalum dengan perusahaan dari China yaitu Aluminium Corporation of China Limited (Chalco) di Mempawah, Kalimantan Barat dengan nilai investasi mencapai 850 juta dolar AS.
Tidak hanya itu, pertemuan teknis itu juga menghasilkan pendanaan alternatif yang merupakan sinergi antara AIA dengan Taspen. "Pendanaan alternatif yang mendapat dukungan dari OJK adalah dinfra atau dana infrastruktur yang nantinya akan dialokasikan untuk pembiayaan infrastruktur, seperti jalan tol dan proyek-proyek Jasamarga lainnya," katanya.
"Berkah" untuk Bali
Terlepas dari ungkapan kritis dengan sebutan "pesta" itu, agaknya pertemuan ribuan pejabat keuangan, ekonom, investor, dan wartawan dari 189 negara itu justru membawa "berkah" untuk Pulau Dewata sebagai lokasi pertemuan di kawasan Nusa Dua itu.
Sebagian "berkah" yang bisa disebutkan antara lain perluasan apron bandara, "underpass" (terowongan), pembangunan GWK sebagai ikon wisata skala dunia yang terselesaikan setelah 28 tahun, kampanye penyelamatan terumbu karang, penanganan bencana secara gotong royong, penampilan pawai budaya ritual masyarakat secara paripurna, kunjungan ke berbagai objek wisata, dan "berkah" lain yang dinikmati para pengrajin yang mungkin saja bukan keuntungan sesaat.
Tiga "berkah" yang sangat penting bagi Bali adalah perluasan apron bandara, underpass/terowongan, dan pembangunan GWK sebagai ikon wisata skala dunia. "Setelah dievaluasi tahap akhir oleh Kemenhub, maka dua apron baru sudah layak digunakan," kata Co-General Manager Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Sigit Herdiyanto di Denpasar, 27 September 2018.
Perluasan apron tersebut tidak saja untuk kepentingan pertemuan IMF dan World Bank, namun juga untuk memenuhi kebutuhan Bali pada tahun-tahun kedepan, setidaknya untuk lima tahun kedepan, karena itu perluasan untuk jangka panjang akan menimbun lahan perairan apron barat seluas 35,75 hektare, tentu dengan tetap menunggu pembangunam Bandara Buleleng (bandara di kawasan Bali utara) yang tentunya tidak bisa cepat jadi.
Satu lagi "berkah" infrastruktur yang memiliki momentum percepatan terkait Pertemuan IMF-WB adalah jalan bawah tanah atau "underpass" Simpang Tugu Ngurah Rai, Bali, yang diresmikan pada 22 September 2018. Pada waktu yang sama (22/9/2018), Presiden Jokowi meresmikan patung tertinggi ketiga di dunia yakni Garuda Wisnu Kencana (GWK) sebagai ikon baru wisata Bali.
"Untuk kepentingan pariwisata berkelanjutan, aksesebilitas memang harus prioritas utama yang harus diwujudkan, jadi masyarakat, termasuk wisatawan, akan semakin bertambah nyaman, karena efisiensi yang dialami dalam berlalu lintas," kata Ketua Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali Ketut Ardana di Denpasar, 24 September 2018.
Selama ini, wisatawan asing kerap mengeluhkan kemacetan yang terjadi khususnya di kawasan utama yang mempertemukan empat titik sekaligus, Denpasar, Nusa Dua dan sekitarrnya, Bandara Ngurah Rai dan Tol Bali Mandara.
Bagi turis yang berlibur di Bali selama tiga hari dua malam atau "short stay", tidak memiliki waktu yang banyak untuk menjelajahi seluruh destinasi wisata di Pulau Dewata, sehingga apabila mereka terjebak kemacetan, maka sisa waktu mereka akan habis sebagian besar di jalan.
Yang tidak kalah penting dari infrastruktur adalah masalah lingkungan dan Pertemuan IMF-WB agaknya akan dimanfaatkan pemerintah untuk kampanye penyelamatan terumbu karang, karena terumbu karang yang ada di Indonesia, termasuk Bali, juga merupakan kekayaan dunia, bahkan hampir 60 persen terumbu karang dunia berada di perairan Tanah Air.
"Nanti, dalam pertemuan (pertemuan IMF-WB), saya coba mendiskusikan bentuk asuransi terumbu karang sebagai kekayaan dunia. Ini 'kan tidak hanya kekayaan Indonesia tetapi termasuk dunia," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati setelah menanam terumbu karang di Pantai Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 7 Oktober 2018.
Penanaman terumbu karang di Nusa Dua menjadi awal pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali yang turut dilakukan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, dan Gubernur BI Perry Warjiyo. "Kami bisa berkontribusi kepada perlindungan seperti terumbu karang ini yang kami harap akan terus tumbuh," kata Christine Lagarde.
Terkait kepentingan yang hampir mirip dengan asuransi terumbu karang itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengusulkan asuransi risiko bencana alam perlu segera dirumuskan untuk mempercepat pembangunan kembali aset negara serta memperbaiki kehidupan masyarakat terdampak tanpa menambah beban APBN dan bantuan luar negeri.
"Selama ini aset negara dibuat tanpa perlindungan risiko fiskal," ujar Kalla saat memberikan sambutan dalam High-Level Dialogue on Disaster Risk Financing and Insurance in Indonesia di Nusa Dua, Bali, 10 Oktober 2018.
Kalla mengatakan Indonesia sering mengalami bencana alam seperti gunung berapi, tanah longsor, gempa bumi maupun tsunami karena terletak di kawasan "cincin api". Kondisi geografis ini yang menyebabkan Indonesia mengeluarkan dana besar dari APBN atau menerima bantuan luar negeri untuk mempercepat proses pemulihan bencana alam.
Hal itu menjadi masalah, karena apabila semua rehabilitasi negara dibiayai oleh APBN, maka negara kesulitan segala-galanya. "Untuk itu, kita ingin adanya upaya menjamin masa depan dan aset negara dapat diasuransikan, karena selama ini belum ada aturan untuk itu," ujarnya dalam diskusi yang juga dihadiri Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim.
Selain infrastruktur dan penyelamatan lingkungan, pertemuan IMF-WB juga membawa "berkah" bagi Pulau Dewata terkait penampilan karnaval budaya khas Bali di kawasan ITDC Nusa Dua, Bali, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-WB 2018, yang disaksikan Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, dengan menyajikan parade kebudayaan paripurna dari lahir hingga kematian.
Ya, banyak "berkah" diterima masyarakat Bali dengan menjadi lokasi Pertemuan IMF-WB selama seminggu itu, bahkan sejumlah delegasi sempat berkunjung ke Monumen GWK, Pura Taman Ayun, Sungai Bindu, dan berbagai objek wisata serta membeli cendera mata kepada para pengrajin lokal. "Ada sekitar 2.565 paket kunjungan wisata yang dipilih sejumlah delegasi dan hampir 93 persen diantaranya berada di Pulau Dewata, karena waktu sempit," kata Menpar Arief Yahya (12/10).
Itulah berkah. Berkah yang sangat jauh dari apa yang dimaksud dengan "pesta". Buktinya, delegasi Bank Dunia Dirk Reinermann justru mengaku kagum saat melihat seniman yang sedang memahat kerajinan topeng barong khas Pulau Dewata di Paviliun Indonesia di arena pertemuan itu.
"Saya akan beli nanti sebelum pulang. Saya tidak hanya datang untuk menghadiri pertemuan, tetapi saya juga ingin memahami Indonesia," kata pria yang bergabung dengan Bank Dunia sejak 1996 itu (8/10). (*)