Kuta (Antaranews Bali) - Anggota Dewan Pers Anthonius Jimmy Silalahi meminta masyarakat pers Indonesia untuk mengembangkan jurnalisme empati di tengah-tengah bencana alam yang melanda berbagai wilayah di Tanah Air, seperti Lombok dan Palu.
"Fakta memang penting dan harus diinformasikan kepada masyarakat. Namun, pers juga harus mengedukasi masyarakat," katanya dalam seminar "Pengembangan Ekosistem Pers Melalui Pembangunan Infrastruktur IT" di Kuta, Denpasar, Bali, Kamis.
Dalam seminar yang diselenggarakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) yang dilaksanakan Kemkominfo, Dewan Pers, bersama KPU Bali, Jimmy menjelaskan bahwa jurnalisme empati itu mendorong orang untuk membantu korban bencana.
"Yang juga penting adalah informasi tentang mitigasi bencana agar masyarakat di daerah lain dapat belajar untuk menyelamatkan diri bila terjadi bencana alam. Jadi, fakta itu penting. Akan tetapi, edukasi juga penting dan dibutuhkan masyarakat," katanya.
Menurut dia, informasi penting selain fakta yang terjadi adalah upaya penyelamatan para korban yang tertimbun reruntuhan, komitmen aparat keamanan objek vital, kondisi para korban gempa di pengungsian, kisah-kisah humanis para sukarelawan, dan kisah perjuangan hidup korban.
"Yang terjadi saat ini justru bukan mengedukasi, melainkan pers justru menjadi sumber pemberitaan sehingga masyarakat menjadi resah," katanya di hadapan peserta seminar yang terdiri atas wartawan/pimred dan jajaran humas se-Bali itu.
Ia menegaskan bahwa berbagai informasi yang muncul di media sosial tetap masih terkategori sebagai informasi, bahkan informasi awal dan bukan sumber berita. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dengan kerja jurnalistik yang lebih lanjut dan dikerjakan secara profesional.
"Wartawan itu tetap wartawan yang punya standar kerja profesional, bukan hanya melaporkan informasi yang tanpa klarifikasi dari narasumber dan verifikasi dari redaktur. Kalau tanpa verifikasi, cek dan ricek kebenarannya, serta konfirmasi kepada pihak-pihak yang berkaitan, maka pers menjadi corong saja," katanya.
Bahkan, kalangan pers justru wajib mengedukasi masyarakat dengan "literasi digital" agar masyarakat tidak mudah "menelan" apa saja dari media sosial sehingga masyarakat akan justru menjadikan media sebagai rujukan.
"Misalnya, kalau ada informasi dari media sosial yang memerintahkan untuk `share`, viral, dan sebarkan itu sudah menjadi indikasi dari informasi yang tidak benar. Apalagi, situasi bencana juga sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk meresahkan masyarakat dengan hoaks," katanya.
Baca juga: Dirut ANTARA: Berita Kebencanaan Terkini Antisipasi Hoaks
Baca juga: Kominfo temukan sejumlah hoaks berkaitan gempa Donggala
Dalam seminar itu, jajaran KPU Provinsi Bali menyampaikan apresiasi kepada kalangan pers yang membuat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali menduduki posisi kedua untuk partisipasi masyarakat dalam pencoblosan di Indonesia, termasuk pers dinilai sangat membantu dalam mendorong masyarakat untuk mau menjadi panitia penyelenggara. (WDY)
Dewan Pers minta pers kembangkan jurnalisme empati
Kamis, 4 Oktober 2018 15:07 WIB
Wartawan itu tetap wartawan yang punya standar kerja profesional, bukan hanya melaporkan informasi yang tanpa klarifikasi dari narasumber dan verifikasi dari redaktur. Kalau tanpa verifikasi, cek dan ricek, serta konfirmasi, maka pers menjadi corong