Singaraja (Antaranews Bali) - Bank Indonesia hingga triwulan kedua tahun ini mengembangkan 211 klaster pertanian khususnya komoditas yang harganya kerap bergejolak di sejumlah daerah di Tanah Air untuk mendorong pengendalian inflasi termasuk menekan impor.
"Klaster itu terutama mengembangkan lima komoditas utama yaitu bawang merah, bawang putih, cabe merah, beras, dan daging sapi," kata Direktur Departemen Pengembangan UMKM BI Pusat Yunita Resmi Sari ketika menghadiri panen perdana bawang putih di Desa Wanagiri, Buleleng, Bali, Selasa.
Menurut dia, program pengembangan klaster untuk pengendalian inflasi Bank Indonesia dilaksanakan oleh 46 kantor perwakilan dalam negeri Bank Indonesia melalui sinergi dengan pemerintah daerah.
Hingga saat ini, lanjut dia, pengembangan klaster tersebut memanfaatkan lahan hampir mencapai 10 ribu hektare dengan menyerap sekitar 32.148 tenaga kerja.
Tidak hanya memberikan pembinaan kepada para petani, bank sentral itu juga memberikan akses pasar salah satunya dengan perusahaan besar yang menerima produk UMKM binaan bank sentral itu, salah satunya komoditas bawang putih.
Khusus untuk komoditas bawang putih, bank sentral itu memiliki delapan klaster yang dikembangkan tujuh kantor perwakilan BI dengan memanfaatkan lahan seluas 408 hektar, menyerap sekitar 1.697 tenaga kerja dan tingkat produksi mencapai 1.000 ton.
Tujuh wilayah yang mengembangkan komoditas bawang putih tersebut, lanjut dia, Lhokseumawe, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Tegal, Purwokerto, Solo, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Area penanaman bawang putih yang terluas, kata dia, berada di Jawa Tengah, yang mencapai 260 hektare namun produktivitas tertinggi dicapai oleh klaster komoditas bawang putih di Tegal yaitu sebanyak 5 ton per hektare.
Sementara klaster lainnya, lanjut dia rata-rata menghasilkan produktivitas 3-4 ton per hektare.
Di Bali, bank sentral setempat mengembangkan dua hektare lahan percontohan bawang putih oleh Kelompok Tani Manik Pertiwi di Desa Wanagiri, Buleleng.
Panen perdana UMKM binaan BI Bali itu memberikan hasil sekitar 7 ton per hektare atau melampaui hasil panen di tujuh pengembangan itu.
"Kami terus mendukung pengembangan klaster bawang putih mulai dari sisi hulu yakni teknologi budidaya dan pengolahan hasil, sampai ke sisi hilir yakni perluasan akses pasar dan pembangunan kelembagaan petani," ucapnya.
Dengan demikian diharapkan Indonesia mampu mewujudkan kemandirian komoditas pertanian seperti bawang putih mengingat, lanjut dia, Juni 2018, tercatat volume impor bawang putih mencapai 177.644 ton.
Sebagian besar negara asal impor bawang putih itu, kata dia, berasal dari China yang memasuki pasar Indonesia.
"Kami harap kebutuhan impor dapat diminimalisasi dan defisit neraca perdagangan Indonesia dapat semakin diperkecil," katanya.
Yunita menambahkan secara keseluruhan perekonomian Indonesi tahun 2018 ditargetkan tumbuh pada kisaran 5,18 persen hingga 5,4 persen.
Meski sedang menghadapi perlambatan ekonomi global dan menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang di dunia, Yunita menyebutkan sampai dengan triwulan II 2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga di tingkat 5,27 persen.
Pertumbuhan ekonomi tersebut, kata dia, perlu didukung tingkat inflasi yang terjaga karena salah satu kekuatan ekonomi Indonesia terletak pada kemampuan konsumsi domestik yang kuat.
"Kami mencatat sampai dengan Agustus 2018, tingkat inflasi Indonesia masih terjaga pada 3,20 persen dengan komposisi inflasi terbesar berasal dari 'volatile food' yang pasokannya tergantung kepada produktivitas para petani," ucapnya. (*)
Tekan impor dan inflasi, BI kembangkan 211 klaster pertanian
Selasa, 25 September 2018 16:21 WIB