Jakarta (Antaranews Bali) - Pemerintah menyatakan telah berhasil membuat 97,93 persen penduduk melek aksara, menyisakan 2,07 persen atau 3.387.035 warga berusia 15-59 tahun yang buta aksara tahun ini.
Pada 2017, menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah penduduk buta aksara tercatat 3.416.693 orang, lebih banyak dari tahun ini meski masih dalam persentase 2,07 persen.
"Indonesia telah membuktikan keberhasilan dengan mencapai prestasi melebihi target Pendidikan untuk Semua Dakar, 23 provinsi sudah berada di bawah angka nasional masyarakat buta aksaranya," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Selasa.
"Kalau presentase tetap tapi nominal berubah," ia menambahkan.
Pada 2004, jumlah penduduk buta aksara mencapai 15,4 juta jiwa atau 10,20 persen. Dengan berbagai upaya, pemerintah berhasil menurunkannya menjadi 7,54 juta orang atau 5,02 persen pada 2010.
Penurunan jumlah penduduk buta aksara itu telah melampaui target Pendidikan untuk Semua yang ditetapkan dalam Konvensi di Dakar tahun 2015 yakni mengurangi separuh penduduk buta aksara pada 2010.
Pemerintah Indonesia berkomitmen menuntaskan penanganan masalah kebutaaksaraan dan mengajak seluruh masyarakat untuk peduli terhadap upaya penuntasan masalah buta aksara mengingat masih ada provinsi yang angka buta hurufnya lebih tinggi ketimbang angka nasional.
Masih ada 11 provinsi yang angka buta hurufnya di atas angka nasional, yakni Papua (28,75 persen), Nusa Tenggara Barat (7,91 persen), Nusa Tenggara Timur (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), dan Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen).
Sementara 23 provinsi lain yang angkanya sudah berada di bawah angka nasional antara lain Sumatra Utara, Lampung, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Bengkulu, Gorontalo, dan Maluku Utara.
Jika dilihat berdasarkan gender, Harris mengatakan, angka butua aksara di kalangan perempuan lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki.
"Di sini perlu peran pemerintah daerah, dan masyarakat untuk bersama-sama dengan pemerintah (pusat) dalam penuntasan buta aksara," ujarnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan berupaya menuntaskan masalah buta aksara antara lain melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Gerakan Indonesia Membaca, Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Keluarga, Kampung Literasi, dan Taman Bacaan Masyarakat.
Kegiatan-kegiatan itu salah satunya ditujukan untuk kampanye cinta buku dan meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun luar sekolah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan data terbaru angka buta aksara sebagai bagian dari acara Hari Aksara Internasional (HAI) yang ditetapkan oleh UNESCO pada 1965 untuk diperingati setiap 8 September.
HAI digagas UNESCO dalam konferensi menteri pendidikan tentang Pemberantasan Buta Huruf di Teheran, Iran, pada 8-19 September 1965.
Pada peringatan Hari Aksara Internasional tahun ini, UNESCO mengusung tema Literacy and Skills Development, dan pemerintah menetapkan "Mengembangkan Keterampilan Literasi yang Berbudaya" sebagai tema peringatan tingkat nasional. (WDY)