Denpasar (Antaranews Bali) - Terdakwa AA Susila Djelantik (69) dituntut hukuman 2,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena terbukti melakukan menipu dengan menjanjikan I Dewa Gde Sukerdiasa bisa menjadi calon pegawai negeri sipil di Bali dengan membayar Rp167,5 juta.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Made Lovi Pusnawan itu, terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 378 KUH tentang pidana penipuan.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan sebagai dimana dalam aturan Pasal 378 KUHP sehingga dituntut hukuman 2,5 tahun penjara," ujar JPU.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Estard Oktabi itu, jaksa menilai perbuatan terdakwa telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu dengan tipu muslihat atau kebohongan untuk membuat korbannya menyerahkan barang atau sesuatu berupa uang sebesar Rp167,5 juta.
Hal yang meringankan perbuatan terdakwa karena, bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa mengakui secara berterus terang perbuatannya, sehingga memperlancar jalannya persidangan.
Terdakwa juga mengakui menyesali perbuatannya, saat dilakukan pemeriksaan terdakwa dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Dalam dakwan sebelumnya, perbuatan terdakwa dilakukan pada Januari 2012 di rumahnya di Jalan Pulau Moyo Desa Pedungan, Denpasar Selatan saat korban bersama Ketut Narma (saksi) meminta bantuan untuk bisa diluluskan sebagai CPNS Guru S-1.
Korban yang merasa ditipu karena hingga saat ini tidak diangkat menjadi CPNS dan mendapat surat keputusan CPNS melaporkan kejadian itu ke polisi karena merasa dirugikan sebesar Rp167,5 juta.
Perusak Vila
Pada hari yang sama (2/7), terdakwa Sari Soraya Ruka (42) yang melakukan perusakan Vila Akasia milik korban Wayan Suwena di Jalan Pelawa Nomor 35A, Seminyak, Kabupaten Badung, Bali, menjalani persidangan perdana di PN Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Angeliky Handajani Day itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Assri Susantina menerangkan dalam persidangan bahwa perbuatan terdakwa melakukan perusakan vila itu, karena tidak mampu membayar uang sewa tiap tahunnya.
"Terdakwa bersama suaminya Eli Gattenio menyewa vila milik korban dengan jangka waktu 25 tahun (November 2003 hingga November 2028) dengan harga sewa Rp23 juta per tahun," kata JPU.
Namun, ditengah perjalanan pada Tahun 2007 hingga Tahun 2007, tersangka bersama suaminya menyatakan kepada pemilik vila bahwa tidak mampu membayar lagi uang sewa, sehingga pelaku bersama suaminya memiliki rencana melakukan oper kontrak dengan saksi bernama Isao Kobayashi asal Jepang.
Setelah terdakwa bersama dengan suaminya Eli Gattenio membuat surat penghentian perjanjian sewa menyewa vila dengan korban, selanjutnya vila itu dialihkan kepada saksi Isao Kobayashi selama 16,5 tahun (terhitung Tahun 2012 hingga Tahun 2028) dengan harga sewa total Rp368 juta.
Namun, pengerusakan vila itu dilakukan terdakwa saat sudah terjadi serah terima sewa menyewa dengan Isao Kobayasi pada Tahun 2013, dimana tersangka tanpa sepengetahuan saksi (Isao Kobayasi) mencongkel kunci pintu vila yang telah disewa saksi.
Terdakwa melakukan aksi itu, tanpa seizin saksi Isao Kobayasi dengan mengganti kunci pintu vila dengan cara membongkar gagang kunci pintu rumah, mengganti keramik vila, mengambil satu unit kulkas, mengambil satu buah televisi, dua tempat tidur di dekat kolam dan dua payung kolam untuk kepentingan terdakwa.
"Perbuatan terdakwa ini, dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Terdakwa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan dan perkarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum," ujar JPU dalam persidangan.
Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 406 Ayat 1 KUHP (dalam dakwaan pertama) dan Pasal 167 Ayat 1 KUHP tentang pengerusakan. (*)