Denpasar (Antaranews Bali) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan pemberian pola makan yang tidak baik atau keliru, menjadi salah satu penyebab terjadinya gizik buruk pada balita.
"Yang menjadi penyebab terjadinya gizi kurang, gizi buruk, dan stunting (kerdil), sebenarnya bukan semata karena konsumsi yang kurang, melainkan pola makan yang tidak baik atau keliru yang dibiasakan oleh para orang tua maupun pengasuh," katanya di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, ada kecenderungan orang tua zaman sekarang yang lebih banyak memberikan makanan cepat saji (fast food) dan makanan dengan nutrisi yang rendah (junk food).
"Akhirnya kebiasaan atau pola makan balita maupun anak-anak menjadi tidak sehat dan cenderung tidak menyukai makan sayur maupun buah-buahan," ucapnya.
Terkait persoalan gizi kurang, lanjut Suarjaya, prevalensi kasusnya di Bali sejauh ini paling rendah jika dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Bahkan jika dibandingkan dengan prevalensi secara nasional sebesar 16 persen, untuk Bali prevalensinya sembilan persen.
Sementara untuk gizi buruk, dalam artian balita yang saat ditimbang beratnya di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS), pada tahun lalu ditemukan ada 153 balita.
"Untuk stunting memang masih terdeteksi ada di Bali seperti di Kabupaten Bangli dan Klungkung, serta beberapa kabupaten lainnya, tetapi jumlahnya tidak signifikan," katanya.
Oleh karena itu, Suarjaya menganggap sangat penting adanya edukasi mengenai pola makan yang tepat untuk bayi maupun balita. Terutama untuk 1.000 hari pertama kehidupan (dimulai dari sejak kandungan hingga usia dua tahun) karena itu merupakan periode emas pertumbuhan yang sangat menentukan.
Menurut dia, untuk balita yang berpotensi stunting misalnya, sudah bisa dilihat ketika bayi itu baru lahir yakni ditandai dengan beratnya yang rendah dan panjangnya kurang dari ukuran bayi normal.
Untuk mencegah terjadinya persoalan gizi pada anak-anak, Pihak Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan kabupaten/kota selama ini telah melakukan program promosi kesehatan berbasis keluarga, yakni para petugas puskesmas rutin ditugaskan mengadakan kunjungan hingga tingkat keluarga.
Selain memberikan informasi mengenai masalah kesehatan secara umum, para petugas sekaligus turut mengedukasi atau memberikan pemahaman pentingnya gizi seimbang, yang sudah harus dilakukan sejak bayi dalam kandungan.
"Di samping itu. juga ada program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk penyuluhan dan pemulihan. Lewat program ini, disediakan paket makanan tambahan berupa susu dan biskuit, serta ada pula pendampingan," kata Suarjaya. (WDY)
Dinkes Bali: pola makan keliru penyebab gizi buruk
Rabu, 21 Februari 2018 7:22 WIB