Denpasar (Antara Bali) - Sedikitnya 18.000 mahasiswa-mahasiswi perguruan tinggi dari 42 kampus se-Bali mengikuti acara "Kuliah Akbar Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme" di Stadion Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Acara yang juga diselenggarakan serentak pada Sabtu (28/10) bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda itu dilakukan 33 provinsi lainnya yang diperkirakan melibatkan 4,5 juta civitas akademika perguruan tinggi (pimpinan, dosen, staf, dan mahasiswa) se-Indonesia.
Rektor Universitas Udayana Bali, Prof Dr. Anak Agung Raka Sudewi, di konfirmasi dari Denpasar, Minggu, mengatakan kegiatan kuliah akbar tersebut berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui dalam pertemuan forum rektor sebelumnya.
Ia mengatakan Pancasila dan Kebhinnekaan Indonesia merupakan kekuatan bangsa yang harus terus dirawat dan dipupuk.
Mahasiswa sebagai tulang punggung generasi muda sudah sepantasnya terus mengasah diri dan menjadi garda terdepan melawan ancaman-ancaman terhadap empat konsensus kebangsaan, yakni Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempertegas sikap perguruan tinggi se-Bali bersama civitas akademika di masing-masing kampus untuk melawan radikalisme dan intoleransi, serta menjadi benteng bagi empat konsensus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Kedua, mensosialisasikan lebih luas di kalangan civitas akademika khususnya, dan pada masyarakat secara umum, "Deklarasi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme", untuk bersama diaktualisasikan secara nyata dan konkret dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berlandaskan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kehadiran ribuan massa civitas akademika Bali tidak terlepas dari dukungan aktif dari Koordinator Kopertis Wil. VIII Bali-Nusra dan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Provinsi Bali.
Melalui serangkaian konsolidasi lembaga dan organisasi ini berhasil meyakinkan segenap PTN dan PTS untuk bergabung dalam barisan besar perguruan tinggi (PT) melawan radikalisme.
Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bali, I Nyoman Gde Antaguna mengingatkan kembali pentingnya peranan pemuda dan mahasiswa dalam perubahan sejarah.
"Kemerdekaan Republik Indonesia dipertaruhkan dengan darah dan air mata. Dan fakta membuktikan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara dengan Kebhinekaan terbesar di dunia yang masih mampu bertahan," ucapnya.
Ia bertanya, apakah ingin negara Indonesia tercabik-cabik dengan konflik seperti di Uni Soviet, Afrika, dan Timur Tengah? Tentu hal itu tak diinginkan oleh bangsa Indonesia.
Ketua Yayasan Korpri Bali Dr. Anak Agung Wisnumurthi mengawali orasi dengan menyampaikan bahwa para mahasiswa yang hadir sesungguhnya sedang memperingati "janji suci" para Pemuda 1928 pada satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Pemuda, mahasiswa dan dunia akademik selalu mengambil peranan penting dalam sejarah Indonesia.
Ia mengatakan Pancasila adalah warisan terbaik bagi bangsa dan generasi penerus. Karena itu wajib menjaga dan memperjuangkan. Pancasila lah yang terbukti menyatukan keberagaman suku, agama, bahasa di Indonesia.
"Indonesia adalah bangsa besar yang tak henti-hentinya menghadapi ancaman. Kita harus waspada terhadap bahaya radikalisme bagi keutuhan NKRI dan sendi-sendi kehidupan bangsa," ucapnya.
Ketua Yayasan Pendidikan Handayani dan pengajar di STIMI Handayani, Denpasar Dr. Radendra dalam orasinya menyampaikan bahwa Pancasila adalah ideologi paling komprehensif, yang menurut para ahli telah teruji secara ilmiah.
Ia pun menegaskan bahwa bahaya radikalisme dan intoleransi sesungguhnya sudah di depan mata. Oleh karena itu harus dilawan dan dihentikan agar bangsa ini tetap utuh dan bersatu.
Radikalisme hanya akan melahirkan kekerasan dan perpecahan di antara sesama anak bangsa. Mahasiswa dan dunia kampus harus bersih dari unsur-unsur radikalisme, sehingga kampus tetap menjadi sumber kejernihan kemanusiaan bagi rakyat Indonesia.
Pda saat itu juga, Dr. Radendra juga didaulat membaca naskah Deklarasi Kebangsaan Perguruan Tinggi Se-Indonesia Melawan Radikalisme diikuti ribuan peserta. Naskah tersebut telah dibacakan dihadapan Presiden RI pada 26 September 2017 di Nusa Dua.
Sementara itu, Kapolda Bali Irjel Pol Dr. Petrus Reinhard Golose MM dalam orasinya menyampaikan Bali adalah sumber inspirasi keharmonisan bagi Indonesia. Hidup dalam keberagaman telah menjadi bagian sehari-hari di Bali.
Ia pun menegaskan, apapun alasannya, tidak ada tempat bagi radikalisme di Indonesia. Radikalisme dan kekuatan yang ingin mengganti Pancasila harus di lawan.
"Polda Bali siap bersama masyarakat mencegah dan melawan unsur-unsur radikalisme sejak dini," kata Irjen Golose.
Kegiatan kuliah akbar tersebut dihadiri Kapolda Bali Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose dan para tokoh pendidikan tinggi Bali dan tokoh pemuda sebagai orator, yaitu Prof. Dr. AA Raka Sudewi (Rektor Universitas Udayana), dan Dr. AA Gede Oka Wisnumurti (Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali/YKKPB).
Selain itu juga Rektor Universitas Mahasaraswati Dr. I Made Sukamerta, Dr. Ida Bagus Radendra Suastama (Ketua Yayasan Pendidikan Handayani Denpasar), Shri IGN Wira Wedawitry (Sekretaris DPD KNPI Bali) dan Oktav NS (tokoh pemuda/aktivis 1998).(I020)