Denpasar (Antara Bali) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Provinsi Bali mendorong optimalisasi pemahaman pajak kepada pelajar sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi melalui program "Pajak Bertutur".
Pelaksana Tugas Kepala Kanwil DJP Bali, Cucu Supriatna di Denpasar, Kamis, menjelaskan Pajak Bertutur akan dilaksanakan serentak di seluruh kantor pajak di Indonesia selama satu hari pada 11 Agustus 2017.
"Kami akan menurunkan insan-insan DJP ke sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, dengan melibatkan seratus sepuluh ribu peserta didik. Mereka akan diajak berkenalan dengan pajak," ucap Cucu.
Kanwil DJP Bali sendiri beserta seluruh Kantor Pelayanan Pajak akan menyelenggarakan kegiatan Pajak Bertutur di 35 sekolah, mulai tingkatan sekolah dasar hingga perguruan tinggi di Pulau Dewata dengan melibatkan sekitar 3.200 peserta didik.
Menurut Cucu, kegiatan membangun kesadaran pajak sejak dini itu merupakan investasi jangka panjang dan telah dilakukan di banyak negara maju.
Untuk mendukung program tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga dijadwalkan akan memberikan gambaran umum terkait sadar pajak yang akan disiarkan secara langsung melalui "live streaming" dari Kantor Pusat DJP di Jakarta.
Kepala Bidang Pelayanan Penyuluhan (P2) dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Bali Riana Budiyanti menambahkan program Pajak Bertutur merupakan langkah awal program Inklusi Kesadaran Pajak, hasil kerja sama Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Pendidikan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Nantinya, nilai-nilai pajak dan pemahaman tentang pajak akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan mata kuliah tertentu yang akan diterima oleh para peserta didik secara berulang.
Lahirnya program tersebut tidak terlepas upaya Pemerintah yang menginginkan generasi muda memiliki kesadaran pajak lebih baik.
Namun menggugah kesadaran membayar pajak, lanjut dia, bukan merupakan urusan yang mudah dan dapat dilakukan secara instan.
Teknis perpajakan yang rumit dan tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah terhadap Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pengumpul uang pajak dijadikan alasan masyarakat untuk menghindari pajak.
Padahal sekitar 75 persen penerimaan Negara bersumber dari pajak namun kenyataannya belum sepenuhnya disadari oleh warga negara yang ditunjukkan dengan rendahnya rasio pajak di bawah kisaran 11 persen, termasuk paling rendah dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. (Dwa)